Review Film Waiting For The Barbarians

Entah sampai kapan kita semua menahan rindu untuk bisa menonton film di bioskop. Atau jika melihat perspektif lain, pertanyaannya berganti menjadi, “Apa jadinya jika tidak ada platform streaming saat ini?”Salah satunya Mola TV yang menyediakan film-film eksklusif pada kanal Mola Movies.


   Film Waiting For The Barbarians salah satunya, bisa dibilang ini film yang cukup saya nantikan. Saat Si Bajak Laut bertemu dengan Si Vampir, hehe, tapi bukan karakter tersebut yang hadir. Film ini berhasil mempertemukan Jhonny Depp dan Robert Pattinson dalam satu scene. Dan yang spesial lagi, film ini disutradarai oleh Ciro Guerra, sutradara asal Columbia yang berhasil menarik perhatian juri Oscar lewat film Embrace of the Serpent melalui nominasi Film Berbahasa Asing Terbaik pada ajang Academy Awards ke -88.

Peraih Academy Awards kategori Best Supporting Actors tahun 2015, Mark Rylance, juga terlibat dalam film ini. Ia kembali menunjukan aktingnya yang luar biasa, kali ini sebagai pemeran utama yang bagi saya berhasil membawa film Waiting For The Barbarians mudah dimengerti. Mark seakan memandu dan menjelaskan film ini dengan sangat baik di telinga saya. Dan mungkin, saya juga harus berterima kasih kepada bagian sound mixed-nya. 


Skenario dalam film ini punya nyawa tersendiri. Percakapan antar tokoh terasa hangat di part awal, film dengan dialog yang penuh dengan pola 'tanya-jawab', dan membuat saya sebagai penonton terpancing untuk ikut berpikir dan menjawabnya. Secara tak langsung, ini membuat penonton masuk ke dalam inti cerita

Oh iya, buat kalian yang belum tahu, film ini diangkat dari novel berjudul sama karya John Maxwell Coetzee yang pernah meraih Nobel Prize in Literature pada tahun 2003. Jadi buat kalian yang belum baca novel tersebut, mungkin akan merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan, rasa penasaran yang cukup tinggi di awal film karena kekuatan para tokoh yang saling berbincang. Terutama bagaimana Mark Rylance yang berperan sebagai hakim, tokoh utama dengan intonasi yang sangat menenangkan di telinga. Ibarat guru sejarah yang sedang menjelaskan, kemudian muridnya mengkhayal.


More lie, more pressure, film semakin bergulir, kekuatan skenario semakin terasa. Beberapa kali saya berpikir kalau skenario dalam film ini begitu mandiri. Tak perlu tambahan musik untuk membuat suasana film menegangkan, kita sebagai penonton cukup fokus dengan kalimat-kalimat yang diucapkan para tokoh. 

Melihat judul dan latar waktu film ini, seharusnya kita sudah tahu kalau akan ada banyak kekerasan yang ditampilkan. Dan Ciro Guerra selaku sutradara begitu pintar menyiasatinya. Tak ingin membuat penonton bosan atau mungkin terlalu banyak menutup mata, ia kembali memanfaatkan dialog dalam film. Kekerasan diurai dalam dialog, penonton diminta mandiri membayangkan kekerasan itu terjadi dengan ucapan tokoh sebagai clue. Persis seperti salah satu kalimat dalam film, “Bukankah itu yang dinamakan perang? Memaksakan pilihan kepada seseorang

Penampilan Mark sebagai hakim juga diimbangi dengan karakter Kolonel Joll yang diperankan oleh Johnny Depp. Tokoh yang membentuk film sehingga ceritanya berlanjut. Kacamata nyentrik yang ia gunakan sejatinya membuat saya gagal fokus. Bahkan ada scene saat ia melepaskan kacamata, saya tak mengenalinya, dan lebih memperhatikan Robert Pattinson yang berperan sebagai Officer Mandel, yang kebetulan berada dalam satu scene. Dan karena durasi tampil mereka yang tak terlalu banyak, saya rasa untuk akting keduanya cukup membantu Mark.


Berdasarkan keseluruhan cerita, bagi saya film ini terbilang cukup lama, hampir 2 jam dengan beberapa partyang melambat. Tapi tak perlu khawatir, film Waiting For The Barbarians menyajikan cinematography yang memanjakan mata. Chris Menges sebagai sinematograper sangat lihai menampilkan eksotisme gurun pasir dan landscape Maroko sebagai lokasi syutingTak salah jika ia banyak masuk dalam nominasi best cinematography.

Musik untuk film ini juga tak boleh diangap remeh. Pasti terbayangkan suasana gurun pasir tanpa musik itu seperti apa? Saya sangat berterima kasih kepada Giampiero Amborsi selaku penata musik untuk Waiting For The Barbarian, dan juga Tyson Lozensky pada score mixed yang membuat film semakin menegangkan menuju akhir. 

7 Agustus 2020 secara resmi film Waiting For The Barbarian bisa kita saksikan di Mola TV. Buat kalian yang belum punya aplikasinya, bisa langsung didownload sekarang juga secara gratis di App Store dan Play Store. Selain film-film keren nan eksklusif, Mola TV juga punya banyak kanal menarik lainnya seperti olahraga, living, dan juga tayangan untuk anak-anak. 

Cara daftarnya juga mudah sekali! Dan yang terpenting, biaya berlangganannya hanya Rp 12.500 saja perbulan! Murah bangetkan! Serasa punya Bioskop Exclusive Mola TV sendiri deh, apalagi nantinya di Mola TV akan banyak film-film baru, seperti Iron Mask di bulan September, dan juga film The Professor and The Mad Man di bulan Oktober. 

7 comments

  1. ego colonel joll terlalu menggebu gebu nih jadi seenaknya sama orang barbar

    ReplyDelete
  2. filmnya sadis tapi jalan ceritanya menarik

    ReplyDelete
  3. oh film ini cuman eksklusif di mola aja ya, thanks min infonya

    ReplyDelete
  4. ini kalau mau nonton di mola harus langganan dulu ya bang? kok gw nggak bisa nonton

    ReplyDelete
  5. itu magistrate waktu cuci kakinya the girl itu pingsan atau ketiduran ya ?

    ReplyDelete
  6. film ini emng lg hype bgt kayaknya, banyak banget yg ngereview

    ReplyDelete
  7. Iyaaa! Kangen banget ke Bioskop :(

    ReplyDelete