“Kabur dari banjir dan macet
Jakarta ya, Mas?”, pertanyaan yang tanpa basa-basi. Nampaknya ‘keribetan’ kami di Warung Kong
Djie sudah menjelaskan dari mana kami berasal, hehe. Kamera selalu on, mengambil
gambar tanpa henti, dan saling bertanya nama jajanan yang kami makan, turis lyfe banget deh pokoknya. Canda
tawa terus berlanjut sambil menikmati kopi khas Belitung, meskipun saya sadar,
hari itu adalah hari terakhir, karena hari pertama saya habiskan menikmati
landscape hijau Belitung. Kalian tahu enggak sih kalau ternyata objek wisata
Belitung tak hanya pantai? Ada yang namanya Bukit Peramun.
Akhirnya saya sampai di Belitung. Daerah
yang semakin terkenal ketika film berjudul Laskar Pelangi (2008) arahan sutradara Riri Riza dan Benni Setiawan booming. Sampai di H.AS. Hanandjoeddin
Airport, Tanjung Pinang, Belitung, saya langsung membayangkan akan langkah kaki
yang merasakan hangatnya pasir putih di pantai-pantai yang sering dibicarakan
orang, ber-pose di atas batu-batu
besar, dan berlarian di antara bebatuan seperti di film, dan pastinya sambil
menyanyikan lagu ost nya. Bahkan ketika pesawat landing, lagu Nidji
yang berjudul Laskar Pelangi itu yang langsung terngiang di telinga saya, haha.
Saya punya waktu 2 hari di
Belitung. Kata beberapa orang sih cukup.
Tapi saya rasa kurang, sangat kurang,
apalagi saat angin berhembus di tengah teriknya matahari. Beneran ademmm banget. Jalan raya mulus tanpa lampu merah dan
kemacetan pun langsung menyapa, berpadu dengan birunya langit, yang memaksa
mata saya untuk selalu terjaga melihat pemandangan sekitar. Indah sekali cuaca belitung saat itu.
“Hari pertama kita akan
mengunjungi Bukit Peramun”, kalimat itu terdengar. “No pantai?” dalam hati saya nyeletuk. Sambil menikmati Mie Belitung Atep dan Es Jeruk Kunci, kuliner khas yang wajib kalian coba kalau ke
sini, saya terus membayangkan dan browsing
ada apa aja di Bukit Peramun.
Cara Menuju Bukit Peramun?
Jawabannya mungkin akan sama
dengan pertanyaan “enaknya kalau explore Belitung dengan apa ya?”. Sejak pertama
kali melintasi jalan raya nan mulus tanpa lampu merah di Belitung, saya tak
melihat adanya angkutan kota selain mini bus (seperti transjakarta yang kecil gitu)
dan itupun nampaknya tak sampai ke wisata-wisata yang jauh, hanya dalam kota
saja. Untuk itu, jika kalian berniat
explore Negeri Laskar Pelangi ini, saya sarankan untuk menyewa sepeda motor
(jika berdua) atau mobil, agar perjalanan lebih nyaman.
Beberapa orang bilang, “lo
harus nyobain naik motor atau sepedahan di Belitung, beneran beda banget
sensasinya, jalanannya rata dan suasananya nyaman banget”. Dan saya
merasakannya banget! Di dalam mobil yang saya naiki saja, rasanya sedikit
sekali (atau tidak ada ya, saya agak lupa)
guncangan akibat polisi tidur atau lubang. Apalagi, ada mas-mas di Warung Kong
Djie yang bilang, “Di sini, parkir motor kuncinya ditinggal mah santai-santai saja,
enggak akan ada yang ngambil”.
“2020 seakan 2050” Selamat Datang di Bukit Peramun!
“Peramun berasal dari kata
peramu, atau ‘ramuan’ karena di hutan ini banyak tanaman herbal, ada 147 jenis,
dan 60% bisa dipakai buat obat”, kata Pak Yudi. Bisa dibilang, bukit
ini adalah salah satu kekayaan yang dimiliki Belitung, karena secara tradisi bukit ini dijaga dan
dilindungi secara adat dan turun temurun dalam menghasilkan serta meramu
obat-obatan tradisional untuk masyarakat setempat. Bukit ini berbatasan
langsung dengan Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) yang luasnya
mencapai 16,26 Ha, sehingga ketika sampai di atas kita akan menyaksikan betapa
hijaunya dan segarnya Belitung.
Bukit Peramun juga menjadi bagian
dari Desa binaan Bhakti BCA yang pada
tahun 2019 lalu mendapatkan penghargaan sebagai pemenang Green Gold dalam ajang Indonesia Sustainable Tourism (ISTA)
Awards kategori Pelestarian Lingkungan. Jujur, saya langsung antusias untuk
menjelajah tempat ini, dan semakin penasaran apa saja hal menarik yang ada di
sini.
Sampai di Bukit Peramun kita akan
langsung disapa oleh mobil biru dengan logo BCA di bagian kacanya, dan
artinya kita sudah tepat berada di lokasi, bertuliskan Selamat Datang Bukit Peramun, dengan dua buah standing banner yang ternyata menyimpan banyak informasi, lebih
dari sekedar informasi yang tertera tepatnya. Hah, Kok bisa? Untuk tahu dan mengerti jawabannya, langkah pertama yang
harus kalian lakukan adalah men-download aplikasi PERAMUN HILL di Play Store.
Setelah terunduh, kalian tinggal masuk ke aplikasi tersebut, dan arahkan kamera
smartphone ke foto tersebut.
PERAMUN HILL merupakan inovasi terbaru yang bisa kita temukan dan rasakan
manfaatnya di Bukit Peramun. “Kita
ada di tahun 2020 tapi akan merasa di tahun 2050”, lanjut Pak Yudi
menjelaskan sambil menunjukan rasa bangganya menjadi bagian dari komunitas yang
mengelola Bukit Peramun. Oh iya, buat
kalian yang belum tahu, jadi Bukit Peramun ini pengelolaan dan perizinannya
dipegang oleh Arsel Community, sebuah komunitas lokal di daerah Aik Selumar,
yang sangat concern akan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan Bukit
Peramun.
Berapa sih HTMnya? Murah banget! Untuk masuk ke Bukit Peramun kita
dikenakan biaya 10 Ribu saja, tapi harus dipandu oleh anggota komunitas Arsel,
seperti Pak Yudi, dan tidak dipungut biaya lagi loh, karena itu merupakan SOP
mereka. Kenapa harus dipandu?
Karena ini kan langsung berbatasan dengan hutan, dan juga di bukit ini banyak
tanaman obatnya, jadi harus dijaga, dan kita pun butuh informasi dari mereka,
jadi bisa langsung tanya-tanya sama ahlinya.
Bukit Peramun buka dari jam
setengah 9 pagi hingga 5 sore, dari Sabtu sampai Kamis, untuk Jum’at tutup. Tapi, kalau main ke sini jangan lupa untuk
ikut (sesuai kesepakatan dengan pemadunya) berburu Tarsius ya! wajib hukumnya.
Fasilitas yang tersedia pun sudah cukup lengkap, ada musholah, toilet, hingga
Balai Bulin dari Bhakti BCA yang bisa digunakan sebagai balai serbaguna untuk
warga berkumpul.
Didampingi Pak Didi Arfian, kami
pun mulai berjalan menuju puncak. Agak
tracking sih, tapi masih wajar untuk kalian yang berjiwa muda, dan enggak lama
kok, hanya 30 menitan. Sepanjang perjalanan kita menemukan banyak QR Code,
sehingga Desa Bukit Peramun ini juga dikenal sebagai Desa berbasis digital. Saat saya datang, ada 4 jenis (seperti) QR
code yang ketika discan dengan aplikasi akan memberikan informasi secara
digital. Dan ini keren banget.
Mulai dari yang bentuknya wajar (QR Code biasa) yang berada di setiap tanaman
sehingga ketika kita scan akan memberikan informasi terkait jenis tanaman dan
khasiatnya.
Kemudian, ada yang bentuknya
seperti ‘seni abstrak’ (saya bingung bagaimana
menjelaskannya, jadi kalian bisa langsung lihat gambarnya saja) berserta
nama hewan, sehingga ketika kita scan (dengan aplikasi namanaya Virtual Zoo)
akan muncul hewan tersebut dalam digital. Dan juga ada yang berbentuk titik
putih dengan latar hitam di pohon (semakin
unik dan keren saya rasa). Serta jangan lupakan juga foto yang bisa discan dengan PERAMUN HILL, yang akan menampilkan informasi berupa audio dan
video. Bener-bener hutan digital banget
deh Bukit Peramun ini.
Spot Foto Wajib di Bukit Peramun!
Sambil mendengarkan sedikit
cerita tentang Bukit Peramun dari Pak Didi, mata saya liar menjelajah, rasanya
seperti kembali ke masa kecil saat Pramuka dulu, menjelajah hutan sambil
belajar jenis tumbuh-tumbuhannya. Seru
sekali. Dan yang tak boleh dilewatkan, tentunya Bukit Peramun ini punya
spot-spot foto menarik juga! karena tak hanya pengembangan dalam segi
digitalnya saja, tapi objek wisata ini juga harus kekinian, harus membuat
moment berharga yang layak dicapture
dan dibagikan di sosmed tentunya.
Dan di Bukit Peramun ini setidaknya ada 4 Spot foto wajib yang enggak
boleh kalian lewatkan! Bahkan, beberapa di antaranya punya kisah atau mitos
yang cukup unik loh, membuat saya tertarik untuk mencobanya.
1. Bukit Batu Kembar Dan Mitosnya
Setelah 10 menit tracking,
sampailah saya dan yang lain di spot pertama. Sebenarnya ada satu spot lagi, namanya Jembatan Gantung Merah, namun
saat saya datang jembatan tersebut ditutup karena sudah rapuh.
Bukit Batu Kembar punya mitos
yang cukup membuat saya bersemangat untuk melakukannya, yaitu, jika berhasil
menyentuh kedua batu dengan tangan kita (tangan
direntangkan hingga menghubungkan keduanya) maka yang jomblo akan segera
mendapatkan jodohnya dan yang sudah mendapatkan jodoh akan tambah harmonis. Siapa yang nolak coba? Haha.
Di Bukit Batu Kembar ini
sebenarnya kita juga sudah bisa melihat hamparan hijau Belitung, yang akan
mengubah persepsi kita kalau Negeri Laskar Pelangi ini tak hanya terkenal
dengan pantainya saja, tapi juga hutan yang asri.
2. Mobil Terbang Yang Ternyata Sebuah Protes!
“Ayo, nanjak lagi!”,
ajakan itu terdengar dan kami semua langsung bergegas. Dan tak lama kemudian,
kami sudah sampai di spot kedua, dengan mobil yang sudah siap untuk dinaiki.
Mobil? Iya! Mobil di ketinggian 110 meter, yang sudah kokoh dan aman untuk
dijadikan objek foto kita.
Tapi, ternyata ada kisah di balik
keberadaan mobil di ketinggian Bukit Peramun itu, yang saya dengar, mobil
tersebut adalah bentuk protes kepada pemerintah setempat untuk memperhatikan
Bukit Peramun selayaknya sebagai objek wisata. Bukit Peramun punya potensi yang alami, tapi memang terkadang sebagian
orang ingin objek wisata lebih banyak campur tangan manusia, dan menghadirkan
hal-hal yang sebenarnya enggak perlu.
Oh iya, kalian penasaran enggak bagaimana cara naikin mobilnya ke atas?
Jadi, total ada 24 orang yang membawanya, benar-benar membawanya loh!
3. Best View! Panggung Bulin
Saya langsung teringat perjalanan saya di Sukabumi saat
sampai di spot ini. Ditambah banyak
kalimat-kalimat menarik sepanjang perjalan. Bedanya, view yang disajikan
benar-benar hijau, untuk saya Panggung Bulin ini best viewnya. Rasanya seperti
berada di panggung konser dan pepohonan di hadapan kita menjadi penontonnya,
ramai sekali. Udaranya segar, dan sesekali ada burung lewat. Tapi jujur, agak
gemeteran sih, dan buat kalian yang main ke spot ini jangan lupa juga untuk
menaati peratutannya agar selalu aman, contohnya maksimal orang yang berada di
panggung tersebut hanya 5, jangan lebih.
4. Puncak Bukit Peramun
Naik dikit lagi! Sampailah kami
semua di puncak Bukit Peramun, 129 mdpl. Waw!
Enggak sia-sia sih hampir 30 menit tracking, viewnya luar biasa, lebih luas
dari spot Panggung Bulin. Sejauh mata memandang alam Belitung memang begitu
indah dan menyegarkan. Oh iya, di puncak
ini juga ada sepeda yang bisa digunakan buat berfoto, tapi setahu saya beberapa
properti yang disediakan di beberapa spot (puncak dan lainnya) dikenakan biaya deh.
Selesai menikmati udara segar di puncak Peramun Hill, kami semua
langsung bergegas turun, hari mulai sore dan kami wajib beristirahat sebentar
karena setelah maghrib kami siap untuk melihat Tarsius.... yeay!
Jangan Pulang Dulu! Yuks Bertemu Tarsius!
Ini yang tak boleh kalian
lewatkan kalau di main ke Bukit Peramun! Bisa dibilang moment langka, kapan
lagai bisa ketemu sama Tarsius, hewan langka yang menjadi ikon pariwisata
Belitung. Buat kalian yang belum tahu, Tarsius terbilang hewan langka, hewan
ini aktifnya di malam hari jadi kita bisa melihatnya saat malam saja.
Pokoknya, kalau main ke Belitung
kalian wajib datang ke Bukit Peramun untuk menambah wawasan dan melihat
Tarsius. Terus, jangan lupa juga buat download aplikasi Peramun Hill Virtual
Guide nya juga, karena dengan aplikasi ini kita semakin asik menjelajah Bukit
Peramun. Oh iya, keunggulan aplikasi ini
juga bisa digunakan untuk orang yang sudah tua dan tak bisa tracking loh,
tinggal scan aja foto-foto yang ada gerbang Desa Wisata Peramun dan langsung
ada penjelasannya deh! Simple dan membantu banget kan.....
Karena hari sudah malam, kami semua pun bergegas kembali ke hotel dan
bersiap untuk hari kedua! Saya siap mantaaiiiiiiiii pokoknya!
Exploring these places is truly spectacular. Everyone can independently choose a method of movement for a greater comfort in order to see the best sides
ReplyDelete