Mungkin, Ini Saatnya Kita Lebih Mengenal Wakaf!

Wakaf squad hari itu...
Wakaf, saya rasa kata ini sudah tak asing lagi di telingan kita. Ada dua pengertian wakaf, pertama menurut Ulama Hanafiah yang mengartikan wakaf sebagai proses ‘menahan’ benda yang statusnya tetap milik orang yang mewakafkan (yang disebutnya wakif) dan yang disedekahkan hanya manfaatnya saja. Kedua arti wakaf menurut Ulama Syafi’iyyah sebagai proses ‘menahan’ harta yang diambil manfaatnya dan tetap utuh barang, dan barang itu lepas dari penguasa si wakif serta dimanfaatkan pada sesuatu hal yang diperbolehkan oleh agama.

Namun, tak banyak dari kita melakukan wakaf. Kenapa? karena mungkin yang dianggap ‘tak asing’ di telinga kita tentang wakaf hanyalah berupa tanah. Termasuk saya dan pengetahuan yang cetek ini. Beruntung saya bisa hadir dalam diskusi bersama Dosen Hukum Bisnis Syariah UIN Jakarta, Ah. Azharudin Lathif beberapa waktu lalu, bersama para blogger dan orang-orang penting yang terlibat di perusahaan asuransi yang sudah didirikan sejak 1995, PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) yang juga memiliki fokus dalam produk keuangan dan investasi syariah.

Ah. Azharuddin Lathif
Ada 4 pilar filantropi dalam islam. Bisa dibilang, 4 jalan untuk kita melakukan sebuah tindakan yang bertujuan untuk membantu dan mencintai sesama, sehingga kita bisa menyumbangkan waktu, uang, bahkan tenaga. Diantaranya zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Zakat sudah pasti kita lakukan ketika menyambut hari raya, Infak dan Sedekah meskipun hukumnya sunah tapi banyak dari kita yang (dalam keadaan sadar ataupun tidak) pasti pernah melakukannya. Senyum contohnya, hehe. Tapi wakaf? Pilar ini menjadi begitu sangat berat ketika kita kurang paham dan sulit untuk mendapatkan informasinya, apalagi perantara dalam proses melakukannya.

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, seharusnya pengenalan tentang wakaf bukanlah hal yang sulit, apalagi ketika kita tahu sudah banyak bisnis syariah hadir di Indonesia, salah satunya melalui Asuransi Syariah Prudential Indonesia. Prinsip asuransi syariah adalah tolong menolong, dalam akadnya. Dan melarang terjadinya gharar, maysir, dan riba. Gharar merupakan situasi di mana terdapat informasi yang tidak jelas, sehingga terjadi ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertraksaksi, tentu hal ini dilarang karena pihak-pihak yang terikat kontrak tidak tahu dan mengerti ketentuan/konsekuensi transaksi tersebut, dan di kemudian hari bisa terjadi perselisihan.

Maysir juga demikian, dilarang, karena hal ini merupakan suatu transaksi yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak lain akibat transaksi yang dilakukan. Bisa untung, bisa rugi. Dan riba, berbunga, yang tentu kita tahu mengapa hal ini dilarang. Ketiganya amat dihindari dalam keuangan syariah. Untuk itu, dalam asuransi syariah ada yang namanya Dewan Pengawas Syariah yang mengawasi sebuah perusahaan agar sesuai standar syari’ah.

Ibu Nini Sumohandoyo, Director Coorporate Communication & Syariah Prudential Indonesia, juga ikut dalam diskusi ini loh..
Dalam asuransi syariah, akadnya berkonsep tabarru’, di mana peserta adalah pihak yang menanggung resikonya, secara bersama, bukan perusahaan, karena prinsip awalnya adalah tolong menolong. Ini yang bisa dikategorikan dengan sedekah jariyah nantinya, yang amalnya tak akan terputus meskipun orangnya sudah meninggal. Apa hubungannya dengan wakaf? Ini yang menarik! Ketika kita menghubungkan garis antara wakaf dan asuransi syariah maka kita akan bertemu dengan yang namanya manfaat investasi dan manfaat asuransi.

Asuransi adalah sebuah cara melindungi diri sendiri dan keluarga, akan hadir yang namanya ‘manfaat investasi’ yang nantinya akan terlihat ‘ketika’ peserta asuransi mengalami hal yang tidak diinginkan. Hal ini yang membuat asuransi diperbolehkan dalam islam, plus jika tidak ada ketiga hal yang saya tuliskan tadi. Sifat manfaat investasi ini boleh diwakafkan. Dengan kata lain, bukan hanya tanah yang bisa diwakafkan. Artinya ketika kita membuka asuransi syariah dan berniat untuk mewakafkan ‘investasi’ yang nantinya diterima saat peserta meninggal (hal yang paling buruk) bisa dengan sangat mudah, karena sudah ada perusahaan yang mengaturnya.

Kegiatan asuransi juga tak mungkin terlepas dari manfaat asuransinya, tertanggung punya hal dalam hal ini. Untuk itu, manfaat asuransi bisa juga diwakafkan dengan catatan hanya 1/3 dari harta yang peserta miliki. Kenapa? karena hal ini untuk menjaga kesejahteraan tertanggung yang ditinggalkanya. Dalam hal ini, siapapun jadi bisa melakukan ibadah wakaf, jadi lebih mudah, namun dalam bentuk uang bersamaan dengan produk asuransi yang kita pilih.

Suasana diskusi bareng tentang wakaf bersama Prudential Indonesia
Loh, wakaf bisa uang? Nah, ini yang belum banyak orang tahu. Harta benda yang bisa diwakafkan ada 2 jenisnya, benda tidak bergerak seperti tanah (dengan ketentuan sesuai UU yang berlaku) dan benda bergerak seperti uang, logam mulia, serat beharga, kendaraan, hak sewa, dan hak kekayaan intelektual (sesuai UU dan ketentuan syariah). Tapi untuk benda bergerak orang banyak yang tidak tahu, ini yang menjadi pembatas seseorang ‘belum banyak’ melakukan ibadah wakaf, padahal populasi muslim di Indonesia sekitar 240 juta jiwa.

Meskipun pada akhirnya pemanfaatan wakaf sudah ditentukan untuk beberapa hal, seperti sarana dan kegiatan ibadah, pendidikan, saran kesehatan, bantuan untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar, tapi tidak semua orang bisa melakukan hal itu sekaligus, dan dengan asuransi syariah (yang punya kedua manfaat tadi), orang yang berniat melakukan ibadah wakaf bisa lebih mudah dan ringan untuk mewujudkannya.

1 comment

  1. top casinos For your next Palm Springs getaway, stay at a desert oasis with 4-star accommodations.

    ReplyDelete