Ini Alasan Philips Menciptakan Kampung Terang Hemat Energi

Jika ditanya film apa yang paling saya suka, pasti saya akan menjawab Cek Toko Sebelah. Tapi jika pertanyaannya film paling berkesan, saya akan menjawab Istirahatlah Kata-Kata dan Ziarah, saya pribadi sangat merekomendasikan kedua film tadi jika kalian ingin mendapatkan ‘kesan spesial' tersendiri setelah menyaksikan film tersebut. Dalam film Istirahatlah Kata-Kata, pencahayaan minim sangatlah mendukung film ini untuk menonjolkan sisi artistiknya, kegelapan adalah ‘nyawa’ dalam film ini. Ingat, itu dalam film, berbeda dengan dunia nyata yang saat ini tak bisa lepas dari yang namanya ‘cahaya’ terutama yang bersumber dari listrik, PHILIPS Lighting pun sadar akan hal itu sehingga program CSR yang mereka beri nama “Kampung Terang Hemat Energi” siap melaju menerangi tanah air. Lantas, daerah mana saja yang dituju dan bagaimana prosesnya?


   Rabu,  2 Agustus 2017, Djakarta Theater masih saja gelap padahal waktu sudah menunjukan jam 13.00 WIB. Memasuki ruang acara saya sudah resmi berada di sebuah galeri foto dengan cahaya minim mengarah pada foto yang seakan memanggil untuk dilihat. "Rumah penduduk jadi terang, anak-anak bisa belajar" seketika terdengar narasi demikian. Philips Indonesia sadar akan keterbatasan akses pencahayaan di banyak desa terpencil di Indonesia yang membuat semua kegiatan harus terhenti jika malam datang, tak hanya sadar,  perusahaan listrik yang sekarang sudah memiliki karyawan sebanyak 34.000 di lebih dari 70 negara ini pun berinisiatif untuk kembali menerangi wilayah gelap tanah air dengan program unggulan CSR mereka yang bernama Philips Kampung Terang Hemat Energi. 'Hemat Energi  dan Nyaman di Mata' adalah dua hal yang ingin dicapai dalam program yang akan dilangsungkan untuk periode 2017 hingga 2018 dengan melibatkan 4 daerah baru setelah tahun sebelumnya sukses membuat 300 lebih titik lampu di 9 desa di Sulawesi Selatan. "Kami bangga memulai program ini tahun 2015 lalu,  9 desa di Sulawesi Selatan dengan lebih dari 300 titik lampu untuk 12.000 masyarakat setempat kami buat" kata Ibu Lea K. Indra selaku Integrated Communications Manager Philips Lighting Indonesia.

Tahun ini Philips semakin memperluas CSR nya ke Sumatra Utara, Bali timur, Kalimantan Tengah dan Maluku, nantinya akan ada lebih dari 2.886 titik lampu baru, "10 x lipat dari yang kami lakukan di Sulawesi Selatan" tambah Ibu Lea. Bukan sembarang CSR,  pasalnya Philips memanfaatkan tenaga surga untuk produk-produk pendukung CSR nya kali ini, tak hanya rumah, namun juga ‘menerangi’ fasilitas umum seperti balai desa, puskesmas dan lampu jalan juga dipastikan akan menggunakan tenaga matahari. "Tentunya, kami berharap dapat membawa akses pencahayaan tanpa harus bergantung akan hadirnya listrik, karena menggunakan tenaga surya sepenuhnya, lebuh aman dan lebih tahan lama dari minyak tanah atau lilin" tegas Ibu Lea. Penggunaan tenaga surya ini diharapkan akan menimbulkan dampak positif baik sosial dan ekonomi,  juga kesehatan serta keamanan di daerah tersebut.

Lea K Indra - Rami Hajjar - Lim Sau Hong - Tomohiro Hamakawa

Pemilihan tenaga surya ini tentunya memiliki latar belakang tersendiri,  bayangkan saja,  Dari 17.000 pulau di tanah air ada 13% populasi yang hidup tanpa akses listrik sama sekali, miris bukan, Indonesia yang berada di sekitar garis katulistiwa tentunya memiliki kelebihan tersendiri jika pemanfaatannya dimaksimalkan. Selain kota besar,  banyak daerah yang masih menggunakan minyak bumi dan lilin sebagai penerang,  namun resiko bahaya dan kelangkaannya cukup tinggi, dan Philips menilai produk yang ia suguhkan untuk solusi penerangan ini sangatlah cocok.  Beberapa dari kalian pasti bertanya "kalau cuaca tak mendukung bagaimana?", Philips sudah memikirkan hal ini sebelumnya dengan merancang produk yang dapat bertahan hingga 3 hari tanpa adanya cahaya matahari, atau bahkan di tempat-tempat tertentu sudah diprogram dan disesuaikan dengan keadaan tempatnya.

Dalam menjalan program CSR Kampung Terang Hemat Energi ini,  Philips bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kopernik yang memang berfokus pada bidang teknologi untuk memperdayakan penduduk di desa terpencil, sesuai dengan tema program yaitu "Membawa Pencahayaan Hingga ke Pelosok Indonesia". Dalam acara tersebut saya juga berkesempatan untuk mencoba produk terbaru Philips yaitu Philips LifeLight, lampu LED berbasis tenaga surya yang nantinya juga produk inilah yang akan diberikan kepada masyarakat di desa-desa terpencil di wilayah Sumatera Utara, Bali Timur, Kalimantan Tengah dan Maluku.

Tomohiro Hamakawa (Chief Strategy Officer Kopernik
Produk Philips LifeLight

Selain Philips LifeLight, konsep acara yang dibuat untuk peluncuran program CSR ini amatlah unik, selain kegelapan yang menemani sepanjang acara, ada juga pos ronda dan puskesmas yang sudah dilengkapi dengan produk terbaru Philips seperti Solar Indoor Lighting System dan Solar LED Road Light untuk penerangan jalan umum. Semua tadi akan diberikan oleh Philips secara gratis untuk masyarakat di desa yang menjadi tujuan pelaksanaan program. Untuk pemilihan daerah nya, Philip Indonesia mencari daerah yang memang belum terkena akses listrik sedikit pun dan juga belum terencana akan diberikan akses listrik, dengan kata lain yang benar-benar membutuhkan. Program CSR ini terbilang tak main-main, Philips sepertinya sudah mengeluarkan dana yang cukup besar untuk Kampung Terang Hemat Energi ini, dan harapannya program ini sukses dan evaluasi yang dilakukan oleh tim philips berbuah program-program CSR selanjutnya, amin.

Solar Indoor Lighting System yang terpasang di atap balai desa

Philips Lifelight yang bisa dipasang di rumah-rumah / pos ronda 

Solar LED Road Light untuk memberikan daya pada lampu jalan



2 comments

  1. Suka ngerasa ngga nyaman sih klo lampu yg dipakai, terlalu terang sehingga terasa panas atau terlalu redup sampai mengganggu penglihatan. Apalagi kalau lagi pulang kampung, biasanya jln sepanjang kampung redup. Mrk beranggapan kalau lampu yg terang pasti boros listrik. Padahal tdk selamanya spt itu ya. Philips ternyata memikirkan juga ya penerangan di pedesaan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, iya Mak, bener banget. Banyak persepsi yang harus dirubah deh pokoknya

      Delete