Terbaru Dari Ceritera.Net, 'Legenda Lamafa' Ajak Kamu Explore Kearifan Lokal Indonesia



"Cita-cita ku adalah mengalahkan diriku sendiri"

Judul : Legenda Lamafa
Pengarang : Pendekar Bayang
Genre : Fantasi
Episode pertama : 4 Januari 2017

"Setelah mengikuti kisahnya, saya pun sadar, terkadang pertarungan bukan menentukan siapa pemenang, bukan membuktikan siapa yang kuat, tapi menunjukan siapa yang memiliki hati nurani" Arisman Riyardi

***

Mungkin sudah saatnya saya menikmati kembali bagaimana diri saya ketika dikuasai oleh imaginasi, kembali menjadi seperti 'bocah' yang sadar bahwa dunia ini tak sebatas bentuknya yang bulat, bosan rasanya menghadapi kenyataan meskipun itu sebuah kebahagiaan, apakah rasanya hampa? tidak, mungkin diri saya saja yang membutuhkan sesuatu yang baru, nuansa baru lebih tepatnya. Seperti sudut ruang di Rumah yang nampak indah ketika kosong, namun menakjubkan ketika diisi. Pernah kalian merasa demikian? 

Wajar jika kebosanan mengetuk pikiran kita, padahal tadang saya sendiri sulit membedakan mana kebosanan dan mana ketidakpuasan, semua saya pukul rata menjadi kebosanan, saya takut menganggap ketidakpuasan itu nyata, terlalu buruk untuk saya membayangkan hal itu. Tapi pemikiran saya mulai berubah ketika pertama kali membaca web novel yang berjudul "Legenda Lamafa" dari Ceritera.Net, sebuah kisah yang diangkat dari kebudayaan lokal di daerah Nusa Tengga Timur (NTT) yang menceritakan perjalanan menjadi seorang 'Lamafa', sebuah gelar untuk seorang penikam paus. Sebagian dari kita mungkin tak tahu apa itu Lamafa, baru mendengar istilah tersebut, dan mungkin tertarik untuk 'kepo’, dan saya rasa itu jalan satu-satunya adalah mengikuti kisah Legenda Lamafa hingga selesai.

***

Bila pertanyaan ‘apa cita-citamu?’, bisa diajukan kepada dunia, maka kemungkinan jawaban yang akan dunia harapkan adalah kedamaian. Kedamaian antara umat manusia dan kaum siluman. - Episode 1 Legenda Lamafa

   Binatang siluman tiba-tiba datang menyerang bumi membuat para manusia terkejut hingga tak tahu harus melakukan apa, selayaknya menjajah, para siluman tadi tak henti-hentinya menyiksa hingga memakan manusia yang lemah dan belum menemukan cara untuk melawan. Meskipun demikian, Sang pencipta nampak adil, ketika para siluman hadir, tumbuh-tumbuhan dengan segala khasiatnya pun hadir mengikuti, seketika dunia seperti terbalik, manusia mulai menampakan wujud aslinya, egois, rakus, tamak dan penuh kebencian.  

Waktu berjalan dengan cepat, manusia membuktikan keunggulan akal nya yang mampu beradaptasi, ilmu yang secara bertahap manusia pelajari menjadi kunci untuk memulai kehidupan baru, apakah sebuah kedamaian? Absolutely No! Penjajahan yang semakin besar justru mulai terjadi, pemburuan yang semakin terorganisir tumbuh, hingga yang lebih buruk pun datang, permusuhan antar sesama manusia. Kemudian hadirlah sosok Bintang yang memulai kisahnya dari kitab yang ia baca. 

"Apakah dengan ini kalian yakin ilmu dapat membuka wawasan kalian?"

***

Saya suka bagaimana cerita ini memulai kisahnya, sebuah pertanyaan dasar yang membuka pikiran kita sengaja ditampilkan diawal untuk menyamakan persepsi yang nantinya akan dimainkan pada episode-episode selanjutnya, hanya dua pilihan yang kalian miliki, setuju atau tidak. Pemanfaatan imajinasi yang kemudian disatukan dengan objek lingkungan sekitar membuat mata saya berfantasi dengan sendirinya sambil berusaha masuk dalam cerita. Beberapa pesan juga mulai terbentuk memasuki episode kedua dan berkesinambungan hingga episode selanjutnya, hal ini yang membuat pembaca tak sabar menanti, "apa yang akan terjadi selanjutnya?".

Permasalahan yang coba ditampilkan dalam bagian pembuka Legenda Lamafa bak pintu masuk sebuah labirin, kita dituntut panik ketika menghadapi jalan buntu. Setelahnya, Legenda Lamafa mulai mempertajam permasalahan tadi dengan konflik yang membuat saya berpikir "haruskah konflik itu terjadi?" meskipun pada akhirnya saya sadar memang tak ada jalan lain. 

Beberapa tokoh mulai terbentuk memasuki episode kedua, meskipun belum terlihat mendominasi namun penggambaran yang dilakukan Pendekar Bayang selaku penulis terlihat sangat baik ketika menerangkan secara detail bagaimana look dari para tokoh. Sama hal nya pada latar tempat kejadian yang semakin membuat imajinasi saya terbang jauh menuju sebuah pantai yang entah dimana, ketika penulis memasukan secara lengkap 'bagaimana suasana itu terjadi', seketika saya merasa angin berhembus, sempat saya senyum-senyum sendiri saat membaca cerita ini. 

"Lamafa adalah juru tikam paus. Keahlian dan kearifan seorang lamafa diturunkan dari leluhur kita dulu. Selain fisik yang kuat dan reflek yang cepat, seorang Lamafa harus memiliki keberanian dan kemampuan mengambil keputusan yang tepat. Salah sedikit saja, nyawa taruhannya.” Jawaban Bintang menyibak senyum kekaguman dan kebanggaan atas nama besar lamafa"

***

“Harimau Bara terlalu membahayakan” ungkap Bintang kepada Panglina – Episode 36 Legenda Lamafa

   Suasana semakin memanas ketika Bintang mengeluarkan harimau buas tersebut, ia menyesal melakukan hal itu beberapa waktu lalu. Sang harimau enggak kembali ke dalam kartu satwa, wajar saya jika mengingat harimau tersebut berada pada tingkat perak, sehingga ia dengan mudah menolak perintah tuannya yang hanya berada pada kasta perunggu.

Di kejauhan, nampak sebuah gunung yang megah berdiri menjunjung langit, ‘Gunung Dewi Anjani’ mereka menyebutnya. Dahulu kala, di gunung itulah hidup seorang petapa bernama Resi Gotama yang dianugerahi seorang bidadari bernama Dewi Windradi untuk mendampingi hidupnya, mereka menikah kemudian dikarunia tiga anak, Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa. Sebuah hadiah datang untuk Sang Dewi Windradi, bernama Cembul Manik Astagina, wadar berbentuk bundah yang jika dibuka tutupnya akan memperlihatkan peristiwa apa saja yang terjadi di bumi. Namun membuka tutup Cembul Manik Astagina adalah sebuah pantangan.

“Rasa penasaran yang berakhir pada sebuah kutukan”

***

Pemilihan kearifan lokal untuk ide cerita sangatlah tepat saya rasa mengingat sudah mulai lunturnya kisah-kisah dalam negeri ketika kalah dengan kisah para pendatang, hal menarik justru terlihat pada plot yang cukup berbelit namun menyenangkan untuk diikuti, saya pribadi hampir lupa waktu ketika membaca Legenda Lamafa ini. Penggunaan istilah-istilah yang semakin membuka pengetahuan saya juga tersampaikan dengan rapih dan tak berlebihan dalam penggunaan kata-kata yang sulit dimengerti.

Legenda Lamafa menawarkan sebuah rahasia tersendiri, permainan emosi yang dibentuk semakin terasa ketika kita benar-benar menikmati episode demi episode yang kita baca. Meskipun bersifat imajinasi namun saya suka bagaimana Pendekar Bayang membuah semuanya terlihat nyata, hingga beberapa kali saya mencoba mencari kebenarannya di Google, hehehe. Saya merasa ada kultur yang bercampur dengan pengalaman pribadi yang kental dalam Legenda Lamafa ini, apakah sang penulis memiliki darah daerah NTT? Who knows.

Satu hal lagi yang saya banggakan bagaimana kisah ini justru mengikuti saya kemana saja, beberapa kali saya melihat Sang Penulis, Pendekar Bayang senang sekali berinteraksi dengan para pembacanya, ia membalas berbagai pertanyaan dan merespon setiap komentar dari para pembaca karyanya, saya pribadi penasaran denagn sosok di balik nama tersebut.

***

   Empat kemenangan beruntun, semua tuntas melalui pukulan cepat dan kuat – Episode 45 Legenda Lamafa “Sosok Mencurigakan”

Pringgarata menebaskan pedangnya secara bertubi-tubi ke ruang kosong di hadapannya, Bintang tak bisa berbuat apa-apa kala itu, hanya menghindar pilihan yang ia punya. “Proses, cara, atau perbuatan menempatkan dengan mengarahakan...” teringat Bintang dengan petuah tersebut” Bintang yakin melakukan hal itu dengan perhitungan yang matang. Seketika, seluruh hadirin menahan napas saat Bintang justru muncul dari arah yang tak terduga, Bintang mulai menguasai pertandingan yang sebelumnya membuat ia tersudut.

“Trak!”

Pedang Pringgarata terlepas dan terpelanting jauh, seakan tak berdaya, lengan Pringgarata tak memiliki tenaga sedikit pun saat Bintang mengeluarkan kemampuannya. “Jangan salahkan lawan, salahkan diri mu sendiri yang kurang persiapan” terdengar suara demikian secara tiba-tiba.

Pada akhirnya, Lombok Cakranegara berusaha memahami apa yang terjadi, ia mencari sebuah kepastian, “apa tujuan pertandingan ini?” Ia kah Sang Lamafa Muda?

***

Semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Legenda Lamafa? Mending langsung deh ke lokasi cerita, bukan ke NTT lah, hehehe, cukup ikuti ceritanya di Ceritera.net sekarang juga.

Eh, kalian sudah tahu kan apa itu Cerita.net? dari awal saya sebut terus loh sampai lupa menjelaskan ‘siapa sih mereka’. Ceritera.Net adalah sebuah web yang berisi kumpulan cerita berbagai genre dengan post cerita yang terjadwal. Pas banget kan buat kamu yang bingung membunuh waktu, saat di kereta, nunggu busway, bahkan ketika di toilet mungkin!, dari pada bosen gak ada kerjaan mending baca web novel, ini terobosan terbaru loh menurut saya, apalagi kalau kalian bosan membaca cerita manga atau yang ‘gitu-gitu’ ajah, pas banget deh buka Ceritera.Net langsung dari smartphone kalian.

Dan yang lebih seru lagi Ceritera.net juga mengajak kita sebagai penentu, penyambung, bahkan pengakhir cerita, kita bisa memberikan usulan bagaimana cerita yang kita baca berakhir, kita bisa membuat dunia dari imajinasi kita sendiri. Unik ya! Semakin penasaran? Mau coba?

For more info :
karya@ceritera.net

Oh iya, sekedar informasi nih, Legenda Lamafa adalah fiksi genre fantasi yang belum tuntas, masih akan terus bersambung loh.... Dan biasanya terbit setiap Senin, Rabu, dan Jumat, ceritanya juga masih akan berlanjut, so tungguin terus ya....

2 comments

  1. Keren ceritanya.. Semoga semakin banyak cerita rakyat yg terpublikasi.

    ReplyDelete
  2. Terima kasih atas kunjungan ke ceritera.net. Semoga betah :)

    ReplyDelete