Parara Mini Festival 2025: “Bon Appetit, Warga Blok M”

Bayangkan kalau Indonesia nge-remake drakor yang lagi hits saat ini, “Bon Appetit, Your Majesty” (2025) yang dibintangi Yoona dan Lee Cahe Min? Saya rasa akan sangat bikin lapar yang nonton! Apalagi negara kita punya buanyaaaaak sekali makanan daerah yang rasanya gak main-main. Atau, kalian ingat Film Aruna & Lidahnya serta Tabula Rasa? Korteks serebral saya masih rapih menyimpan memori detail shoot makanannya. Weekend kemarin perasaan itu hadir, ketika saya main ke ‘Negara Blok M’ yang ternyata sedang ada acara Parara Mini Festival 2025, bisa saya bilang, kalian rugi sekali tidak datang acara ini!



   Parara Mini Festival 2025, yang tahun ini memasuki tahun kelima penyelenggaraannya. Sejauh yang saya ikuti, kali ini mereka cerdas sekali dalam eksekusinya. Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Blok M, yang saat ini jadi pusatnya anak Gen Z ngumpul dipilih menjadi lorong waktu, lokasi acara yang seakan mengajak kita untuk semakin mengenal keberagam pangan lokal dan rasa ingin ikut melestarikannya. Mengenang permainan jadul, mengingat comfort food masa kecil, hingga mencicipi olahan makanan dari pangan lokal saat demo masak. Btw, acara ini digelar tanggal 12-13 September 2025 yaajadi kalau kalian menyesal kemarin tak bisa datang, mending kalian follow Instagram mereka deh, @Parar.id, biar gak ketiggalan info kalo ada acara lagi!

 

Turun dari Stasiun MRT Blok M, kita akan langsung diajak main Human Board Games (Desa Sagu) yang berada di Area Plaza Bunga. Semacam ular tangga gitu. Jadi di acara ini, ada beberapa spot atau area yang diciptakan Parara untuk mengajak para pengunjung berinteraksi, sembari mengenal lebih dalam tentang pangan lokal dan daerah asal pangan tersebut. Oh iya, buat kalian yang belum tahu, Parara adalah singkatan dari Panen Raya Nusantara, sebuah kegiatan rutin yang diselenggrakan 2 tahun sekali sejak tahun 2015




Setelah puas bermain games, pengunjung juga bisa ikut dalam beberapa workshop yang ada, mulai dari Workshop Kerajinan Nusantara, seperti merajut noken Papua dari benang kulit kayu, kreasi fashion dengan wastra Indonesia, membuat boneka jari, dan membuat anyaman. Atau kalian yang anaknya laperan, bisa merapat di beberapa area yang ada demo masaknya. Ini gratis loh, ada Brownies Sorgum, Nasi Goreng Mengkudu, dan olaharan pangan lokal lainnya. Terus, kalau mau belanja produk UMKM, mulia dari kain, cemilan, bumbu dapur, kopi, bisa langsung menuju Pameran Produk kreatif Parara. Harganya ramah di kantong banget!



 

Em He Taha Ten!

#CareEatLove, ada tema yang diangkat di Parara Festival 2025. Hari itu saya sudah mendapatkan dua inspirasi untuk membuat film Indonesia yang mengangkat tema pangan lokal lagi. Sayangnya saya bukan seorang produser, haha“Em He Taha Ten” yang artinya “Mari kita makan, yuk kita makan lagi” kata Maria Stephani, selaku volunteer YMMI. Jadi di Parara Festival pastinya ada talkshow literasi, yang pas saya datang kemarin, mereka sedang membahas tentang Jejak Budaya dan Rasa dalam Masakan Tradisional Indonesia


Ada part obrolan yang membuat saya diam, berpikir sejenak, dan rasanya ingin jauh tenggelam dalam talkshow sore itu, yaitu tentang memori rasa. Tentang comfort food, yang bisa jadi pematik kita mengenang masa lalu, waktu kecil saat sakit dibuatkan bubur oleh Ibu, nenek, atau siapapun. Lidah tak hanya merasakan tapi otak mengingat rasa dan kisah di baliknya. Saat itu kita berada dalam proses merangkai palet rasa, lidah beradaptasi.



Peran kuliner dalam konteks ‘lokal’ yang tak hanya sebagai objek, tapi bagaimana mereka menjadi subjek penjaga resep, menjaga alam, serta hubungan sosial. Ada peran pangan lokal sebagai ‘tali’ pengikat dan penghubung dalam sebuah interaksi sosial. Kuliner yang disajikan dalam upacara adat, serta acara-acara besar tradisonal. Kuliner menjadi ruang untuk berdiskusi dan menjaga keberlanjutan sebuah hubungan.




Bon Appetit, Warga Blok M”, semakin sore semakin ramai. Apalagi saat sesi demo masak, yang jujur saya baru tahu kalau kita bisa masak pakai daun pisang sebagai pengganti minyak goreng, waw. Chef Seto Nurseto, yang juga food anthropologist, memberikan contoh nyata kepada saya, dengan membuat telur bebek dadar Aceh yang gak pakai minyak, tapi daun pisang. Jujurly, saya lupa apa nama makanannya, hehe. Beliau juga berkata, kalau Medan menjadi kota yang kulinernya selalu ia kenang, dan saat itu juga Medan masuk ke list traveling saya. Ada yang mau ikut hunting kuliner di Medan?






No comments