Jelajah Bandara Pitu Morotai, Saksi Bisu Sejarah Perang Dunia II Yang Masih Aktif Hingga Saat Ini!

Mungkin perlahan akan terngiang suara sirine sebagai pertanda pesawat akan mendarat. Atau ribut suara langlah kaki yang semakin ramai terdengar. Sesekali pikiran berusaha keras mengingat kejadian puluhan tahu lalu. Satu orang berteriak, dan yang lainnya ikut berteriak. Air mata perlahan keluar, tanpa terasa terus mengalir. Hati tersayat, perih, dan berharap hari itu tak terulang lagi. Jika saya seorang veteran, atau orang yang hidup pada tahun 1944 dan berada di Morotai, mungkin sederet hal tadi akan saya rasakan ketika berkunjung ke Bandara Pitu Morotai, saksi bisu Perang Dunia II yang saat ini aktif sebagai gerbang konektivitas via udara di Morotai, Kepulauan Halmahera



   Sebenarnya saya ingin bercerita banyak tentang Transmate Journey tahun ini, mulai dari pengalaman seru naik Pesawat ATR dan landing di Bandara Kao Kuabang, explore Tobelo, mengunjungi Pelabuhan Tobelo serta Pelabuhan Galela, dan melanjutkan keseruan di Pulau Morotai. Semua masih jelas di ingatan. Tapi saya merasa, kisah Bandara Pitu Morotai sangat menarik untuk dibagikan. 


Bandara Pitu Morotai, atau banyak yang mengenalnya dengan nama Bandar Udara Leo Wattimena. Tapi yang saya tahu dan tangkap dari informasi yang diberikan pihak pengelola bandara ini, untuk Bandara Leo Wattimena adalah nama yang diperuntukan sebagai Pangkalan Militer Angkatan Udara Republik Indonesia di Morotai dan dikhususkan untuk pesawat militer atau armada Angkatan Udara. Sedangkan untuk penerbangan komersil menggunakan nama Bandara Pitu Morotai dan dikelola oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.



Pulau Morotai dengan daya tarik keindahannya semakin mudah dijangkau dengan kehadiran dan kembali aktifnya bandara ini. Karena sekedar informasi nih ya, bandara ini mengalami perubahan sebayak tiga kali loh karena perluasan. Ada 4 kali penerbangan selama seminggu dari dan ke Morotai, tepatnya di hari Selasa, Rabu, Sabtu, dan Minggu dengan rute Manado – Morotai via Ternate. Jika tak menggunakan pesawat, untuk ke Morotai bisa juga dengan transportasi laut (umum) dari Ternate menuju Pelabuhan Daruba yang memakan waktu hampir 10 jam. Kalau pesawat sih enggak sampai satu jam, hehe.


Mengapa Bandara Pitu Morotai Begitu Bersejarah? 

Tak hanya dari segi fungsi yang sangat membantu konektivitas dan mendukung pariwisata di Morotai. Bandara Pitu Morotai nyatanya juga menyimpan kisah yang menarik. Nama ‘Pitu’ yang artinya Tujuh, diambil dari jumlah landasan yang diwariskan sekutu. Jadi dahulu kala, saat Perang Dunia II pada tahun 1944, bandara ini menjadi lokasi pendaratan pesawat tempur Amerika serikat yang dikomandani oleh Jenderal Douglas MacArthur. Saya pribadi pernah dengar cerita sih kalau ‘bisa jadi’ masih banyak landasan di Pulau Morotai ini, karena pulau ini dijadikan basis militer oleh Jepang dan sekutu. Sebagian besar sih buatan Jepang.



Letak Pulau Morotai yang strategis menjadi alasan mengapa pulai ini menjadi rebutan pada perang Dunia II. Pulau ini dianggap sangat pas untuk memantau pergerakan militer cangkupan Asia dan Samudera pasifik, target pembangunan basis militer pun dinilai pantas di pulau ini. Dan yang saya dengar juga ya, saat ini morotai sudah dikhususkan sebagai Pangkalan Militer Terpadu Republik Indonesia. Oh iya, FYI nih ya, landasan ini tuh dibangun di atas karang hidup loh, keren banget kan! 



Dari 7 landasan, yang masih aktif hingga saat ini hanyalah 1 landasan, yang digunakan untuk penerbangan keluar-masuk Morotai. Sisanya? Sebagian besar tertutup rumput liar, meskipun sudah sering dibabat tapi rumput tersebut tumbuh dengan cepat sekali. Bahkan katanya beberapa kali ditemukan ranjau yang sudah tak aktif lagi ketika membersihkan Kawasan bandara ini. Saat berkunjung ke Bandara Pitu Morotai saya cukup takjub dengan bandaranya yang bersih dan desaign minimalisnya. Pengalaman yang cukup menyenangkan dengan para staf yang sangat membantu. 




No comments