Sisi Lain Kepulauan Seribu, Budidaya Rumput Laut Pulau Panggang Yang Siap Membanggakan

Saya pun kembali mendapatkan kesempatan untuk main ke Kepulauan Seribu. Bisa dibilang traveling dalam kota lagi, sambil menambah wawasan seperti perjalanan ke Pulau Bidadari beberapa waktu lalu, hehe. Kali ini, pulau yang saya kunjungi adalah Pulau Panggang, yang kata penduduk lokal merupakan pulau paling tua dan paling awal dihuni oleh masyarakat untuk Kepulauan Seribu. Jujur, saya pribadi baru tahu keberadaan pulau ini, karena biasanya kalau main ke Kepulauan Seribu mentok-mentok di Pulau Pramuka.


   Dermaga Marina Ancol cukup ramai pagi itu. Saya salah satu orang yang meramaikannya, bersama dengan yang lain, dan juga kucing-kucing yang mulai caper meminta makan. Tujuan perjalanan saya kala itu adalah Pulau Panggang yang berada di Kepulauan Seribu. Dan untuk menuju ke sana, saya harus ke Pulau Pramuka terlebih dahulu kemudian nyambung lagi menggunakan perahu kecil menuju Pulau Panggang.

Tibalah waktu pemberangkatan, pukul 8 pagi, yang merupakan satu-satunya jadwal pemberangkatan kapal cepat menuju Pulau Pramuka dari Dermaga Marina Ancol. Buat kalian yang belum tahu, untuk menuju Pulau Pramuka ada 2 pilihan pemberangkatan, pertama dari Dermaga Marina Ancol dengan kapal cepat yang menempuh perjalanan sekitar 1 jam, dan yang kedua dari Dermaga Muara Angke menggunakan kapal motor reguler yang memakan waktu sekitar 3 jam perjalanan.

Seperti beberapa perjalanan yang saya lakukan belakangan ini, sampai di dalam kendaraan saya langsung mencoba duduk dengan tenang, mencari posisi enak, kemudian mencoba untuk terlelap. Saving energy mode on, sambil ditemani lagu-lagu BTS saya mencoba menikmati gerak kapal yang semakin kencang dan semakin terasa menghantam ombak.

Ngapain di Pulau Panggang?

Semua bergegas turun, tandanya saya sudah sampai di Pulau Pramuka, dan langsung disambut oleh perahu kecil yang akan membawa saya dan penumpang lainnya yang memang tujuan utamanya ke Pulau Panggang. Bisa dibilang, perahu kecil ini seperti angkotnya masyarakat Kepulauan Seribu, yang berfungsi menyambungkan pulau besar dengan pula-pulau kecil di sekitarnya.


Karena jaraknya yang tak terlalu jauh, perjalanan kali ini saya manfaatkan untuk menikmati indahnya air laut menjelang siang hari dan angin yang berhembus. Air lautnya bagus banget, jernih sekali, terlebih ketika sinar matahari mengenainya. 20 menit sudah saya dan penumpang lainnya menelusuri laut, kapal menepi, dan kami pun sampai di daratan Pulau Panggang. Meskipun tak terdengar ucapan “Selamat Datang di Pulang Panggang”, tapi saya yakin kalau papan penunjuk lokasi bisa ngomong, ia pasti mengucapkannya, haha.

Daya tarik dan menjadi salah satu alasan saya berkunjung ke Pulau Panggang adalah budidaya rumput lautnya. Semenjak mencicipi rumput laut langsung tanpa diolah saat traveling ke Pulau Rote bulan lalu, saya jadi tertarik dengan budidaya ini, dan ketika diajak untuk melihat proses penanaman dan upaya-upaya pembudidayaannya oleh Yayasan Baitul Maal (YBM) PLN, yang merupakan lembaga zakat berbasis BUMN yang terus menebar manfaat, saya langsung mengiyakannya.


Kalian tahu tidak kalau pada tahun 80an budidaya rumput laut Kepulauan Seribu punya hasil yang sangat positif dalam membangun perekonomian masyarakat setempat. Berbagai olahan dibuat oleh masyarakat dan cukup menarik banyak wisatawan untuk membelinya atau dijadikan oleh-oleh ketika berwisata di Pulau Pramuka, Pulau Pari, hingga Pulau Tidung. Tapi sayang, penurunan panen rumput laut pun terjadi memasuki tahun 2000an karena kondisi lingkungan yang buruk, sebut saja limbah dari sungai-sungai yang bermuara di perairan Kepulauan Seribu, yang membuat para pembudidaya harus mencari alternatif lain dalam menunjang perekonomiannya.

Peran YBM PLN dan Yayasan Nirunabi dalam Program Desa Cahaya

Pertengahan tahun 2019, YBM PLN yang bermitra dengan Yayasan Nirunabi melihat potensi yang sangat besar dari budidaya rumput laut di Pulang Panggang, Kepulauan Seribu ini. Melalui program yang diberi nama Desa Cahaya Budidaya Rumput Laut Kepulauan Seribu, YBM PLN dan Nirunabi membuat beberapa kegiatan sebagai upaya membangun potensi tersebut, mulai dari pembinaan dasar terkait pengetahuan rumput laut dan motivasi, pemberian bibit dan sarana budidaya, hingga pelatihan pengolahaan rumput laut menjadi produk siap jual.


“Program ini bisa dibilang mendidik masyarakat dengan organisasi, mulai dari yang kecil dulu”, kata Pak Nofal yang merupakan perwakilan dari Kelompok Nelayan Budidaya Rumput Laut Binaan Yayasan Nirunabi. Sebagai tahap awal, YBM PLN menerima 100 nelayan yang terbagi dalam 5 kelompok organisasi (1 kelompok beranggotakan 20 nelayan) yang akan membudidayakan rumput laut dalam program pembinaannya tersebut, dan menyediakan 5 petak lahan yang masing-masing lebarnya 15 X 15 Meter sebagai lokasi penanaman 280 Kg bibit per petaknya.

Kemudian, YBM PLN juga menyediakan 5 buah kapal nelayan yang siap digunakan untuk membantu proses pembudidayaan. Oh iya, pada program ini YBM PLN yang bermitra dengan Yayasan Nirunabi tidak melihat para nelayan berdasarkan kepala keluarga saja, tapi juga ibu dan anak dalam sebuah keluarga, karena pembudidayaan rumput laut prosesnya tak hanya di laut saja, selain penanaman di laut juga ada pembibitan/pengikatan bibit di darat, yang kemudian pengeringan/penjemuran. Seperti pelatihan, program ini bisa membantu terciptanya bisnis keluarga dengan sistem kerja sama.


Pengalaman Melihat Budidaya Rumput Laut Dari Dekat!

“Baru juga sampai daratan, sudah harus ke lautan lagi! Tapi saya suka, bahkan ini pengalaman yang paling saya suka di hari itu”

Perahu kami seperti balapan menuju lokasi penebaran bibit. Suara mesin menemani obrolan saya dan beberapa nelayan di atasnya, ucapan yang kadang tak jelas terdengar diwarnai dengan tawa, saya tak melihat sedikit pun ketakutan di mata mereka dengan kecepatan kapal yang cukup membuat saya berpegangan erat di tiang, bahkan ada yang berada di ujung kapal, dan beberapa mondar-mandir seperti berkata “ya kalau jatuh ke bawah ini, ke air doang!”


Pulau Panggang memiliki perairan yang terbilang cocok untuk budidaya rumput laut karena arusnya yang cukup tenang, gelombangnya tidak besar, dan untuk rumput laut jenis Euchema Spinosum yang merupakan rumput laut kelas Rhodophyceae atau ganggang merah sangat pas sekali. “Pak, itu kok banyak sampah botol ya?”, tanya saya dengan polosnya. “Oh, itu pelampungnya, pemanfaatan sampah botol plastik juga dari para nelayan, lebih murah dan praktis”, jawab Pak Nelayan.

Ini pertama kalinya saya melihat proses budidaya rumput laut, yang awalnya berpikir kalau laut di sana banyak sampah botol, ternyata itu bukan sampah, tapi perwujutan pemanfaatan sampah botol plastik sebagai pelampung. Sampailah kami di lokasi penebaran bibit. Saya pikir beneran ditebar! Ternyata diapungkan setelah bibit rumput laut (yang wujudnya tak seperti bibit) diikatkan pada tali yang mengapung karena botol-botol tadi.



Setelah penebaran, akan dicek secara berkala, dan akan panen dalam 35 hari kedepan. Nantinya akan ada proses lanjutan dalam program pembinaan ini, pengolaannya, hingga pendistribusiannya. Dan kalian harus tahu ini, kita yang hidupnya jauh dari perairan lepas juga punya pengaruh loh terkait budidaya rumput laut ini!


“Masalah budidaya rumput laut itu justru dari lingkungan, yang tentunya berpengaruh terhadap kebersihan laut, sampah dan limbah yang berpengaruh pada kebersihan laut”, tegas Pak Nofal yang menemani saya di atas sampan, lebih kecil lagi dari perahu, yang mewajibkan saya untuk mendayung jika tak ingin terbawa arus, dan goyangannya parahhh. Saat itu juga saya langsung berpikir sampah-sampah di kosan dibuangnya ke mana sama Ibu Kos, haha, karena semua yang dibuang di sungai pasti bermuara di perairan Kepulauan Seribu, hiks.


Tak terasa, waktu sudah memasuki jam 2 siang, dan jam 3 nanti kami harus segera ke Pulau Pramuka untuk kembali, pulang ke Dermaga Marina Ancol. Karena seperti pemberangkatan, pulangnya pun hanya ada 1 kapal beroperasi, yaitu di jam 3 sore. Perjalanan para nelayan masih panjang, tapi YBM PLN dan Yayasan Nirunabi tentunya akan selalu menemani, memantau, dan terus membantu menggali potensi yang ada agar hasilnya membanggakan dan mensejahterahkan. Saya pribadi tak sabar untuk balik lagi ke sini, bulan depan, melihat proses dan hasil panennya! semoga mendapatkan kesempatan lagi. Aamiin.

No comments