Saya pun memberanikan diri untuk
bertanya kepada pramugari. “Mba, ini
headsetnya mana ya?”, sembari tangan menunjuk ke layar LCD yang ada.
Kemudian ia mendekatkan wajahnya ke telinga saya, “Untuk headset, pakai punya sendiri ya, Pak”, bisiknya. Ekspresi
bingung yang tak bisa saya sembunyikan adalah jawaban yang membuat ia
berpaling, alih-alih membantu penumpang lainnya. Tak lama kemudian, announcement terdengar, aktiftas layar
dengan sederetan film bagus pun terhenti. Tibalah waktu lepas landas, yang
menandakan perjalanan saya ke Kupang untuk pertama kalinya dimulai.
Tak terbayang jika saya tak membawa headset
pada penerbangan kali ini. Saya mungkin akan tidur sepanjang perjalanan untuk
membunuh rasa bosan, karena penerbangan dari Jakarta ke Kupang direct
menggunakan Batik Air memakan waktu 4 jam, dan dipastikan saya akan
melewatkan view keindahan Indonesia
dari atas. Jika tak bisa tidur, melihat kebahagiaan penumpang lain dengan headset dan film yang menghiburnya
adalah opsi lain, yang tak mungkin saya pilih, lebih baik saya membeli headset
yang dijual seharga 25K. Point yang
paling saya ingat dari pengumuman panjang sebelum take off tadi.
Daratan mulai terlihat, seakan
tak mau kalah dengan indahnya gradasi warna biru yang menghipnotis mata di
lautan. Lampu tanda kenakan sabuk pengaman pun menyala untuk yang terakhir
kalinya. Memasuki delapan menit yang
bikin deg-degan, dan mungkin bercampur khayalan romatis untuk seorang yang
nonton film Critical Eleven (2017). Pesawat siap mendarat. Rasanya tak sabar sekali ingin segera
menghirup udara segar Kupang.
Ngapain Aja Di Kupang?
Sampailah saya di gerbang utama
jalur udara Kupang, yaitu Bandar Udara Internasional El Tari. Namanya yang diambil dari nama Gubernur Nusa
Tenggara Timur Ke-2, masa jabatan tahun 1966-1978, El Tari. Dan seperti
dugaan saya, langit biru khas timur Indonesia langsung menyapa, bersamaan
dengan angin yang seakan tak rela jika saya bilang “Kupang panas sekali siang itu”.
Jarak dari Bandara El Tari ke pusat Kota Kupang sekitar 8 KM. Ada
beberapa pilihan jika kalian datang ke Kupang tapi tidak ada yang jemput,
kalian bisa menggunakan taxi, DAMRI, atau transportasi online yang ternyata
sudah tersedia.
Tujuan utama saya adalah menikmati keindahan pulau paling selatan
Indonesia, yaitu Pulau Rote. Untuk ke sana ada dua cara, pertama menggunakan
pesawat dari Bandara El Tari Kupang menuju Bandara D.C Saudale Rote, dan yang
kedua melalui jalur laut dari Pelabuhan Bolok atau Tenau. Saya pun memilih jalur laut terlebih dahulu untuk perginya, kemudian
jalur udara untuk pulangnya, sehingga dapat pengalaman kedua moda transportasi
yang tersedia, hehe.
Saya masih memiliki waktu
setengah hari untuk menikmati Kupang. Atau
beberapa jam lagi sebelum matahari terbenam. Bodoh jika hanya berdiam di
hotel, amat disayangkan. Sambil menikmati jalan lenggang yang jarang sekali
saya temui di Jakarta, saya bertanya kepada Pak Supir yang menjemput saya kala
itu. Beberapa pertanyaan yang menjadi
banyak pertanyaan, menimbulkan tawa, dan kadang membuat kami berdua diam karena
merasa sama-sama tak nyambung. Orang asli Kupang ramah sekali, dan
beruntungnya saya bertemu dengan yang suka ngobrol.
“Ada di sana tempat makan yang
wajib kalau ke Kupang. Warung Artis Kuah Asam Tenau”, ujarnya dengan
logat timur. Tak pikir lama, saya langsung setuju untuk mencoba warung
tersebut. Terlebih ketika saya sadar kalau belum makan siang.
Kuliner Wajib Kalau Kupang!
Warung Artis Kuah Asam Tenau,
berada di dekat Pelabuhan Tenau. Untuk ke sini, kita bisa menggunakan taxi,
angkutan umum, atau transportasi online,
serta mobil/motor sewaan. Jujur, saya
sedikit menyesal saat tak mencoba angkutan umum di sana, nampaknya menarik
sekali, mulai dari mobilnya yang ramai stiker hingga antena.
Dari pusat kota ke Warung Artis
Kuah Asam sekitar 30 menit. Untuk yang kedua
kalinya saya merasa perbedaan waktu satu jam dengan jakarta bukan soal zona
waktu saja, entah apalagi, tapi 30 menit selama perjalanan seperti satu jam
perjalanan, haha, untungnya pemandangan biru laut Kupang menemani bersama
dengan sisi jalan yang dipenuhi bunga
bugenvil yang tumbuh subur di sana.
Kenapa namanya ‘Warung Artis’
adalah hal pertama yang saya tanyakan. Sambil tersenyum, dan hampir tertawa,
salah satu pelayan berucap, “Banyak artis
yang ke sini, kalau mampir ke Kupang pasti ke sini”. Aroma kuah asamnya membuyarkan pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala
saya, seketika mulut ini hanya ingin makan tak ingin berucap lagi. Saya
pesan Ikan Kuah Asam + nasi dengan harga 20K, dan Ikan Asap seharga 18K. Menu andalan kalau kalian main ke warung
incaran artis dan pejabat ini.
Karena lapar banget, saya tak bisa
menjabarkan rasa dengan detail, tapi yang jelas kesegaran ikan kakap dengan
kuah asam nya itu pas banget! Aromanya pun demikian, tak terlalu menyengat. Dan saya rasa nasi satu tak cukup. Ikan
Asap nya pun gurih sekali, suiran ikan tuna yang pas juga disantap dengan nasi
hangat, dan jangan lupakan juga sambal gorengnya, kita bisa request langsung di sana karena untuk
sambal tersebut harus sesuai permintaan pelanggan.
Perut kenyang dan mata segar! Keluar
warung, kita akan langsung disuguhkan view
laut dengan pulau di ujungnya. Saya pikir itu Rote, tapi ternyata bukan. Rote masih jauh, sekitar 2 atau 3 jam lagi
dari Kupang via laut. Tak sabar untuk
kembali ke hotel, tidur nyenyak, dan menyambut pengalaman berlayar esok hari! I’m
so excited...
Ikan Kuah Asam (atas) - Ikan Asap (bawah) |
Tak Hanya Indah, Laut Kupang Juga Sangat Bermanfaat!
Sudah pagi, bahkan lebih pagi dari biasanya. Saya dan rombongan bergegas
menuju pelabuhan untuk menyebrang ke Pulau Rote.
Kupang memiliki 3 pelabuhan: Pertama Pelabuhan Bolok yang melayani
penyebrangan orang dan barang, kedua Pelabuhan Tenau yang hanya melayani penyebrangan
orang, dan ketiga Pelabuhan Rakyat yang melayani Kapal Layar Motor untuk para
nelayan. Untuk ke Pulau Rote, kita
bisa memilih menyebrang melalui Bolok atau Tenau dengan tiket yang langsung
beli di lokasi.
Jika memilih berangkat dari
Pelabuhan Bolok, kita harus stand by
di pelabuhan lebih awal, pasalnya kapal berangkat di waktu pagi, sekitar pukul
06.000 WITA, dan akan ramai sekali karena melalui pelabuhan ini Kupang dan Rote
saling bertukar sumber daya, tak hanya penumpang seperti yang saya bilang di
atas. Jenis kapal yang digunakan di Pelabuhan Bolok adalah Kapal Ro-Ro, atau roll on - roll on, jenis kapal yang bisa
memuat kendaraan berjalan masuk dan keluar.
Saat itu saya berkesempatan
langsung melihat aktivitas di Pelabuhan Bolok, jaraknya yang tak terlalu jauh
dengan Pelabuhan Tenau menjadi alasan saya untuk ke sana. Suasana pagi yang
beda, antusias warga yang seakan menghipnotis saya untuk ikut bersemangat melangkah
lebih cepat untuk melihat kapal dari dekat. Tak lama saya justru melambat,
lebih banyak menunduk, melihat air jernih dengan koloni ikan yang bergerak
berirama. Jernih dan indah sekali pemandangan air di pelabuhan ini, tak ada sampah
sama sekali.
Untuk kalian yang ingin menyebrang melalui pelabuhan ini, harga
tiketnya 59K per orang untuk kelas ekonomi, dan 63K per orang untuk kelas
bisnis. Untuk barang, saya kurang tahu
harganya. Dan yang harus diingat, penyebrangannya dari Kupang ke Rote hanya
satu kali per hari, begitupun sebaliknya. Jadi sistemnya crossing.
Kapal Feri KMP Ranaka sudah siap
berangkat. Laut yang tenang mulai bergelombang, ikan-ikan mulai mencari irama
baru. Seketika rasa bangga hadir, bagaimana tidak, kapal yang sudah 30
beroperasi itu akan membawa komoditi yang dibutuhkan seperti beras dan
kebutuhan pokok lainnya, serta bahan bangunan untuk Pulau Rote, pulau paling
selatan Indonesia. Saya tak habis pikir jika tak ada pengoprasian transportasi laut ini,
bagaimana bisa Nusantara tersambung dengan utuh.
Dari Kupang ke Rote via Laut, Why Not?
KMP Ranaka mulai menjauh, kurang lebih tiga setengah jam waktu yang
akan mereka habiskan di tengah laut. Pagi itu cerah, dan tak ada informasi yang
kurang menyenangkan dari BMKG selaku "hakim’ yang memutuskan boleh berlayar
atau tidaknya sebuah kapal.
Pelabuhan Tenau berbeda sekali
dengan Pelabuhan Bolok, lebih sepi tentunya, tak terlalu banyak barang atau
mobil-mobil besar karena Pelabuhan Tenau hanya khusus melayani penyebrangan
orang saja. Untuk jadwal penyebrangannya juga lebih banyak, 2 kali dari Kupang
ke Rote dan sebaliknya. Ada dua kelas
tiket yang dijual, tiket kelas executive
seharga 142K dan tiket kelas VIP seharga 172K per orang. Tiket bisa langsung
dibeli di loket.
Tiket sudah di tangan dan saatnya
saya masuk ke Kapal Bahari Express, speed
boat jenisnya, sehingga waktu perjalanan lebih cepat, sekitar 2 jam
perjalanan dan akan berlabuh di Pelabuhan Pulau Ba’a yang lebih dekat dengan
kota. Sedangkan yang berangkat dari
Pelabuhan Bolok akan berlabuh di Pelabuhan Pantai Baru Rotendao yang ‘agak’
jauh dari pusat Rote.
Seperti de javu, beningnya air
laut menemani perjalanan saya menuju Kapal Bahari Express yang juga sudah siap
berangkat. Saya memilih kelas VIP, dengan ruang yang ada di bagian depan,
bangku merah yang empuk, dan ada TV LCD besar di depan deretan kursi pertama.
Dan yang membuat takjub, juga ada charging
station di bawahnya. Penumpang juga mendapatkan snack. Dan fasilitas
lainnya pun tersedia seperti toilet, AC, dan ruang penyimpanan barang.
Tak sabar rasanya untuk
menginjakan kaki di Rote, sambil menahan kantuk, mata ini masih menjelajah
melihat sekitar. Cukup banyak turis saat itu, dan tak sedikit juga orang lokal.
Karena kepo, beberapa saya ajak berbincang tanpa diawali perkenalan, hanya
alasan mengapa ingin ke Rote. “Saya
tinggal di sana, jadi ini mau pulang” kata salah satu penumpang. Saya hafal
sekali senyum itu, senyum khas timur Indonesia yang manis sekali. “enak kapalnya, jadi nyaman dan bisa sering
pulang”, tambahnya.
“saya penasaran dengan Rote, katanya bagus sekali”, kata salah satu
turis, dengan bahasa inggris yang sudah saya terjemahkan. Sebagai orang yang
baru pertama kali ke Rote pun saya hanya bisa menjawab, “Indonesia semua sisinya bagus, apalagi timurnya”. Melalui awal
perjalanan ini, saya semakin sadar kalau Kementrian Pehubungan Indonesia sudah
bekerja sangat keras menghubungkan Indonesia hingga ke pulau paling selatan,
Pulau Rote, yang nyatanya juga punya dan butuh kehidupan.
Laut memang menghubungkan antar pulau di Indonesia,
tapi jika tak ada yang menggunakan atau mengelolanya tentu tidak akan terjadi
yang namanya “sambung menyambung menjadi
satu”, karena masyarakat Indonesia juga ada di pulau-pulau kecil yang ada
di daerah terluar Indonesia, seperti Pulau Rote, yang seakan memanggil saya untuk
segera dijelajahi melalui gelombang air laut yang semakin terasa. Mesin kapal
mulai menyala, kapal mulai bergerak, dan mata saya mulai terpejam. Sampai
berjumpa di cerita selanjutnya, tentang Rote yang membuat jiwa nasionalis saya
dipertanyakan.
Sampai jumpa di Rote.... |
"This is the first time, Kapang! The interesting and educational article "Enjoying the Indonesian Sea as a Connector for the Nation" emphasizes Kupang's significance in maritime connectivity. The text adeptly conveys the cultural, historical, and geographical significance of the Indonesian sea, underscoring its pivotal role in fostering national unity via travel and commerce.
ReplyDelete