Hari itu adalah hari di mana saya
semakin senang berjalan kaki. Saat di mana volume musik semakin kencang dan
langkah kaki mengikuti irama. Sesekali saya berhenti untuk memastikan apa yang
mata ini lihat, biasanya sih soal promo dan pengumuman yang mungkin bermanfaat.
Lalu kembali melanjutkan perjalanan sambil melihat dan mencoba peka akan
suasana sekitar. Dan ketika melihat hal
ini, kesenangan saya naik 100%, saya merasa dunia semakin panjang umurnya,
kalian tahu apa itu? Orang lain yang juga berjalan kaki.
Sedari kecil saya sudah diajarkan untuk berjalan kaki. Atau bisa
dibilang ini efek positif dari lahir di tahun 90an, di sebuah kampung dengan
jalan raya yang tak dilalui angkutan umum, dan jarak sekolah dasar yang cukup
jauh. Sebenarnya saya punya sepeda kala itu, tapi jalanan yang belum di aspal
plus medannya yang tanjakan turunan membuat saya lebih lelah dari berjalan
kaki. Sesekali saya gunakan, saat telat bangun dan mengejar waktu.
Masuk SMP, saya mulai mengenal
dan menggunakan angkutan umum karena jarak sekolah yang semakin jauh, tapi
karena masih tinggal di perkampungan dengan jalur yang tak dilewati angkot,
saya tetap berjalan kaki untuk sampai ke jalur angkot. Begitupun saat SMA,
dengan jarak yang semakin jauh lagi dan membuat saya tak punya pilihan lain. Saat itu sudah ada ojek sih, tapi mending
uangnya buat saya nonton bioskop dari pada bayar ojek, hehe.
Depok – Jakarta 2019,
Teknologi semakin berkembang, dan
membuat perkampungan yang tak dilewati jalur angkot bukan lagi alasan untuk
saya berjalan kaki. Apalagi saya pernah
diejek sebagai orang yang kurang mampu karena lebih memilih berjalan kaki dari
rumah ke stasiun di saat tetangga saya sudah banyak yang punya motor, meskipun
saya tahu kalau itu kredit. Tapi itu
cerita lain yang tak ingin saya umbar.
Kembali ke teknologi. Semua serba
online, semakin mudah, dan sangat
membantu. Tapi belakangan saya semakin merasa lebih boros dari biasanya. Lihat promo dikit langsung isi OVO atau GoPay,
belum lagi jenis uang digital lainnya. Dan faktanya tak hanya boros, tapi
juga kualitas kesehatan yang semakin menurun karena kurang gerak dan selalu mengkonsumsi
makanan yang kurang sehat.
Belum selesai urusan kesehatan
diri sendiri akibat pola makan dan gerak, saya (dan kita semua mungkin) kembali dihadang oleh masalah polusi udara
yang semakin meresahkan. Padahal kampanye
go green makin banyak dan makin giat dilakukan. Dan yang paling terlihat,
adalah menggunakan masker sebagai salah satu solusi yang saya dan banyak orang
pilih, tapi sampai kapan?
Pemerintah sudah memberikan
solusi. Bisa dikatakan langsung dan tidak
langsung untuk efeknya. Misalnya kehadiran Bus Transjakarta yang sudah
menyebar, dengan harga 3500 sudah bisa naik dari ujung ke ujung. Juga perbaikan
kondisi kereta hingga hadirnya MRT yang tak hanya mengurangi kemacetan dan
polusi tapi juga membuat bangga. Setidaknya
untuk saya, yang dulu, waktu pertama kali ke Malaysia selalu berharap Indonesia
punya MRT.
Untuk sebagian orang, sayangnya
kehadiran MRT hingga perbaikan operasional busway dan kereta hanyalah properti
negara, yang hanya dilihat sebagai syarat untuk Indonesia bisa dikatakan negara
maju. Eksekusi dari diri masyarakatnya
masih terbilang minim, padahal caranya terbilang simple, kalau dekat jalan
kaki ajah!
Mengapa Harus Jalan Kaki?
Saya senang sekali hari itu, tapi
nampaknya tak akan terjadi terus-menerus. Rasanya Indonesia butuh mereka,
orang-orang yang mengingatkan akan pentingnya berjalan kaki, Gerakan Jalan
Hijau namanya, yang merupakan kampanye untuk mendorong masyarakat menggunakan
angkutan umum massal dan dilanjutkan dengan aktivitas berjalan kaki sebagai
pilihan utama dalam bertrasportasi sehari-hari di Jabodetabek. Makanya saat ini
tuh banyak transportasi massal yang saling terkoneksi, selain untuk
mempermudah, juga mengajak masyarakat bergerak.
Kata ‘Hijau’ dipilih sebagai
perwakilan untuk makna Go Green yang erat kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai
di kota-kota besar. Terlebih ketika kita
melihat isu polusi yang buruk belakangan ini. Kampanye ini hadir karena isu
transportasi di kota besar seperti Jakarta justru di mulai dari kota-kota di
pinggirnya, padahal busway dan kereta sudah disediakan dengan jadwal yang
semakin banyak.
Pada akhirnya, semua memang
kembali pada pribadi masing-masing. Tapi pemerintah melalui BPTJ sudah mencoba
yang terbaik, dan mengingatkan melalui Kampanye Jalan Hijau untuk menjadikan
jala kaki sebagai kebiasaan. Kalau saya pribadi, saya punya setidaknya 4 fungsi
atau manfaat jalan kaki untuk saya, dan mungkin bisa kalian contoh:
1. Sekalian Olahraga!
Jalan kaki menjadi aktivitas yang
saya pilih untuk menjaga kesehatan. Setidaknya
mencoba berkeringat bukan karena panas matahari, tapi karena gerak. Kalian
tahu gak sih kalau jalan kaki tiap hari itu bisa mengurangi resiko stroke
hingga 40%, memperkuat jantung dan paru-paru. Untuk kalian yang masih bingung memilih olahraga apa yang cocok,
mencari tempat fitnes, mencari teman fitnes, mending mulai jalan kaki deh
sambil menghirup udara segar di pagi hari, enggak usah lama-lama, 30 menit per
hari saja.
2. Mencari Inspirasi
Yang saya suka dari berjalan kaki
adalah saya bisa melihat suasanan sekitar. Misalnya kalau jalan di daerah Jalan
Sudirman, kalian bisa lihat gedung-gedung tinggi, dan dijamin nyaman seklai
karena sudah disediakannya trotoar yang mumpuni. Itu kan di Jakarta, kalau di luar
bagaimana? Enggak ada alasan sih, kalian coba deh, buka maps dan lihat tujuan kalian dekat atau
jauh, kalau dekat mending jalan aja, karena ternyata kreativitas seseorang
meningkat hingga 60 % loh ketika berjlan kaki.
3. Menghibur Diri
Bukan hanya mencari inspirasi,
tapi ketika sedih dan bingung bagaimana mengutarakannya, saya memilih jalan
kaki sebagai pelampiasan. Saat jalan kaki kita juga bisa hunting foto, bertemu
banyak orang, melihat hal-hal baru yang kadang mengubah perspektif kita akan
suatu hal yang membuat kita jadi lebih baik lagi.
4. Hemat!
Enggak bohong, kalian ngerasa gak
sih kalau tarif ojek online yang selama ini kita andalkan itu mulai mahal banget?
saya pribadi merasakannya, dan mulai beralih ke angkutan massal seperti busway.
Kan macet, Ris? Iya sih, tapi itu hanya di beberapa titiik dan di waktu-waktu
tertentu saja. Enggak setiap saat. Bayangin saja, kemarin saya mau ke GBK dari
Kalibata (Duren tiga), kalau naik gojek bisa 25K, tapi naik busway hanya 3500
saja. Dan sudah bonus jalan kaki di jembatan Semanggi yang jauh banget itu,
tapi cityscape Jakarta plus cahaya
matahari sorenya keren banget!
No comments