Laut masa depan bangsa, kalau kata Ibu Susi. Beliau masih sibuk mendayung, jadi sebaiknya tidak saya ganggu. Tapi boleh
deh berfoto sebentar, hehe. Di Acara Sinergi
Aksi Informasi dan Komunikasi Publik (SAIK) 2018, beliau sangat senang untuk
diajak foto. Senyum terus menyongsong
laut Indonesia yang semakin terjaga.
Semangat Ibu..... |
SAIK harus diadakan lagi tahun
depan. Sayangnya di hari terakhir
acara ini saya tak hadir, bisa jadi kalimat itu yang saya tuliskan di kertas
kesan-pesan, jika ada. Buat kalian
yang belum tahu, SAIK ini konsepnya seperti pameran, yang diisi oleh booth-booth
dari Kementerian dan juga berbagai kegiatan positif seperti Senam Bersama Hari
Difabel Internasional, Pertunjukan Kesenian Rakyat, hingga Pertemuan Humas
& Anugerah Media Humas. Ada panggungnya juga, dan luas banget lokasi acara
karena bertempat di Lapangan Ahmad Yani, Alun-Alun Kota Tangerang.
Dan kenapa harus diadakan lagi tahun depan? Karena kita enggak mungkin
berpindah dari satu kementerian ke kementerian lain untuk mengetahui beberapa
hal. Maksud saya, beneran berpindah
tempat! Karena lokasi antar kementerian kan sebenarnya berjauhan. Nah, di
SAIK ini mereka deketan banget, bahkan bersebelahan. Jadi kalau mau tanya
tentang kelautan dan sudah mendapatkan jawabannya terus mau bertanya tentang
ESDM bisa langsung nyebrang. Enggak sampe
lima langkah, mungkin.
Apa yang didapat di SAIK 2018?
Seharusnya saya bisa dapat gedget baru! Karena selama acara ini
berlangsung ada 1 buah smartphone yang dibagikan setiap harinya. Sayangnya saya
enggak beruntung, hiks. Tapi, ada banyak banget info yang saya dapatkan
melalui acara ini, salah satunya tentang ‘laut kita’. Iya, kita, kalau ‘laut saya’, tajir banget dibacanya.
Informasi tentang kelautan tentu harus
berasal dari ahlinya biar enggak simpang siur, dan di SAIK 2018, itu adanya di
belokan pertama, sedikit pojok, yang mulai ramai antrian orang mau foto sama
Ibu Susi Pudjiastuti meskipun hanya mockupnya
saja. Juga ada dua maskot kelautan kita, Umbu si terumbu karang yang nyentrik
dengan warna kuningnya dan Gita si Bintang Laut yang selalu tersenyum.
Rizki Febian foto dulu sama Umbu dan Gita |
“Tenggelamkan!”, ucapan yang selalu terdengar saat ada orang yang
masuk ke booth Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Termasuk dari mulut saya. Kenapa? ya karena ada Ibu Susi, langsung di sambut sama Ibu Susi pokoknya.
Tapi kalau dilihat dengan teliti,
dirasakan dengan penuh penghayatan, dan kalau kita termasuk orang yang peka,
mockup Ibu Susi seharusnya bisa menjadi
tempat kita merenung.
Mengukur Jejak Prestasi
Menjadikan Laut Masa Depan Bangsa. Tulisan
itu terukir di sebelah kiri saya. Seketika saya merasa booth KKP disulap
menjadi laporan rekam perjalanan mereka menyelamatkan laut Indonesia. Pertama
soal Tindakan Tegas dan Sikap Konsisten
Menjaga Kedaulatan di perairan tanah air perihal IUFF. Apa itu? IUFF merupakan singkatan dari Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing,
tindak kejahatan yang dilakukan dalam dunia perikanan.
Illegal artinya tindakan penangkapan
ikan di wilayah perairan Republik Indonesia tanpa izin, bisa dilakukan oleh
orang atau kapal dari negara lain dan bertentangan dengan undnag-undang
kelautan. Kalau Unregulated lebih ke sisi penangkapan ikan terhadap kapan-kapan
yang tidak punya izin penangkapan. Sedangkan Unreported masuk kedalam proses
etelah ikan sudah ditangkap namun tidak dilaporkan. Ketiganya salah dan tentunya merugikan kekayaan laut Indonesia.
Tindakan dari KKP apa? Ya, Tenggelamkan! Menurut data KKP dari
November 2014 hingga Agustus 2018 sudah ada 488 kapal pelaku illegal fishing
yang ditenggelamkan. Dan berdasarkan UU NO. 31 juncto 45 tentang perikanan hal
itu diperbolehkan. KKP juga juga membuat
Satgas 115 untuk memberantas Illegal Fishing demi mengembalikan kerugian
negara yang ditaksir mencapai 9 triliun pertahun dari pencurian ikan. Tak hanya
itu saja, IUFF juga merusak ekosistem laut karena hampir 65% terumbu karang
rusak akibat penangkapan ikan illegal ditambah menggunakan cara yang tidak
benar. Udah salah ditambah salah.
Sampai dengan Desember 2018, KKP juga sudah melakukan penggagalan di 369
kasus penyelundupan sumber daya ikan yang jika dirupiahkan mencapai 316, 83
M. Rasanya ingin langsung tepuk tangan
saat membaca informasi ini di dinding booth. Dan untuk meningkatan
investasi kelautan dan perikanan melalui penerapan Perpres No. 44 tahun 2016, KKP
membuat Pos Pelayanan Karantika Ikan dan penguatan Mutu (KIPM) di daerah
perbatasan.
Hal ini tentunya sangat bermanfaat bagi keberlanjutan warisan laut
kita untuk generasi yang akan datang. Namun, tak hanya memberi pelajaran
terhadap yang ilegal saja tapi juga kepada yang legal dengan menerapkan
peralihan alat tangkap yang ramah lingkungan serta perlindungan terhadap
populasi spesies ikan tertentu dari kepunahan. Dan ini harus disadari oleh semua nelayan atau orang yang beraktivitas
di laut. Yang di darat juga bisa membantu!
Salah satunya dengan mengurangi penggunaan plastik yang berujung jadi
sampah.
Sensitif banget si kita sama laut? Nanti dibenci sama negara lain
loh... Enggak mungkin, emang temen
yang pura-pura jadi temen. Haha. Justru, tindakan tegas Indonesia khususnya
KKP terhadap IUFF ini membuat dukungan internasional terhadap kebijakan
kelautan dan perikanan kita semakin kuat. Semakin membaik, karena pasti negara
lain yang punya zona kekuasaan laut merasakan kerugian juga jika adanya
penangkapan ilegal. Sudah ada 15 negara
mitra yang ikut tegas melakukan upaya konkret (bilateral) dalam memerangi IUFF
loh....
Dan, kalau ikan kita dicuri, kan sayang banget....... |
Tahu soal ini semakin membuat saya
yakin, ini saatnya mengurangi plastik, karena saya menghabiskan hampir 24 jam
di daratan, dan hanya itu yang saya tahu untuk membantu melestarikan laut saat
ini. Dan jika di laut, mungkin waktu saya
hanya habis untuk merenung dan berakting seolah menikmati tamparan angin laut.
Dan saya tiba-tiba kangen laut.
No comments