Belajar Dari ‘Masa Lalu’ di Kampung Berseri Astra Lengkong Kulon

Up! Saya langsung teringat kisah Uncle Carl Fredricksen yang menolak menghapus masa lalunya. Sulit untuk dilupakan, seperti isi kepala saya siang itu. Rumah yang menemaninya bertemu sekaligus berpisah dengan pujaan hatinya nampak bertahan di tengah modernisasi, hampir menyerah, tapi justru membawanya terbang tinggi, dan bertemu dengan mimpinya di masa lalu. Kalian tahu film ini kan? Up, judulnya. Yang rilis pada tahun 2009. Saya yakin kalian tahu, apalagi karakter Russell yang begitu menggemaskan. Hari itu, saya seperti di ajak masuk untuk mengambil beberapa poin tentang film ini, yang kemudian memaksa saya untuk bercermin dengan masa kecil yang saya alami. Saya rindu, seketika saya ingin berkata, “Thank u, next!”.


   Tradisi Buka Palang Pintu menyambut saya pagi itu. Rasanya sudah lama tak melihat kegaduhan nan menyenangkan yang satu ini, jika ditambahkan petasan beruntun pasti lebih ‘waw’. Desa Lengkon Kulon, atau yang biasa disebut Kampung Sawah oleh warganya sukses memberikan sambutan yang meriah ketika saya datang. Seketika saya menjelma menjadi calon pengantin pria yang ingin menjemput pujaan hati. Hangat, sungguh hangat suasana yang saya rasakan, terlepas dari matahari yang sudah mulai merajai langit.

Desa Lengkong Kulon berada di Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Ketika menuju daerah ini, saya merasa diajak kembali ke masa lalu, tapi dengan jalanan yang lebih mulus dan tidak becek. Setelah melewati jalan besar dengan pemandangan gedung-gedung tinggi dan komplek perumahan modern dengan nama yang kadang sulit saya eja, masuklah saya ke sebuah jalan kecil menuju titik keramaian. Untungnya sinyal masih kuat, jadi simbol panah di Google Maps masih mengikuti jalur biru yang ditampilkan.

Masjid Al Istiqomah mulai ramai. Saya rasa ini pusatnya, tempat warga Lengkong Kulon berkumpul. Raga saya mulai memasuki area masjid. Melihat keseruan berbalas pantun sambil sesekali tertawa karena tradisi Betawi yang satu ini selalu membuat kalimat-kalimat ajaib, Palang Pintu selalu berhasil membuat penontonnya ceria. Tapi pikiran saya justru tak ditempatnya, jauh menjelajah mengingat masa kecil, saat masjid menjadi taman bermain bahkan tempat saya menghabiskan waktu setelah pulang sekolah. Kalau disuruh menghitung berapa kali ke masjid belakngan ini, saya rasa saya bisa.

Desa Ini Tahu, Dari Mana Kesehatan Berasal!

Saya mengalihkan pandangan ke sisi kiri masjid. Saya rasa ini bentuk nyata kesadaran akan kesehatan yang dimulai dari diri sendiri, banyak warga yang datang ke stand kesehatan yang biasa dibuka akhir pekan, ada Pos Pembinaan Terpadu untuk penyakit tidak menular (Posbindu). Selain menjadi strategi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Posbindu di Desa Lekong Kulon ini juga menjadi jembatan kerjasama Kemenkes dan PT Astra Internasional Tbk (Astra) sebagai program kesehatan komunitas, salah satu wujud nyata dari pilar kesehatan program Corporate Social Responsibility (CSR) Astra.


Lengkong Kulon tahu dari mana kesehatan berasal. Seketika saya berkata demikian di dalam hati. Hadirnya Posbindu di area masjid saya rasa tepat sekali, selain mendekatkan diri kepada Tuhan, program kesehatan ini juga dekat dengan Gerobak Pintar, sama-sama di area masjid. Selain pilar kesehatan, program CSR Astra juga memiliki tiga pilar lainnya, yang salah satunya adalah pilar pendidikan.

Beberapa tes dilakukan di tempat, sehingga warga sekitar langsung mendapatkan jawaban dan solusi dari masalah kesehatan yang mereka alami.
Gerobak Pintar juga menjadi pusat keramaian kala itu, namun berbeda usia yang mengerubungi, anak-anak dengan beberapa orang dewasa sebagai pendampingnya. Gerobak Baca untuk anak-anak saya rasa wujud nyata yang tepat dari Astra sebagai jalan untuk mendorong minat baca, kerennya lagi program ini rutin dilakukan, Gerobak Baca rutin hadir setiap akhir pekan sehingga anak-anak bisa membaca dan berbaur dengan teman-teman sebayanya. Tak bohong, akhir pekan terutama minggu kadang membuat anak-anak bingung mencari kesibukan, kalau zaman saya dulu sih masih banyak kartun yang menemani, tapi sekarang? Jadi lebih baik bermain di luar dengan teman-teman.



Kalian tahu tidak kalau kesehatan badan kita seharusnya dijaga sejak kecil? Begitupun pikiran, dan salah satu caranya adalah bermain di outdoor, bukan hanya duduk saja di depan smartphone, bisa jadi membuang masa kecil dengan sia-sia. Ketika melihat adik-adik membaca saya senang sekali, ingat dulu waktu kecil sepulang sekolah langsung ngaji di masjid. Seketika saya kangen Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) kecil saya kala itu.



Membentuk pola pikir dengan bacaan berkualitas dan memperlihatkan tes kesehatan sejak dini. Anak kecil senang sekali meniru, itu yang saya tahu, jadi ketika melihat Gerobak Baca bersanding dengan stand kesehatan saya senang sekali, beberapa anak juga terlihat kepo sambil membawa buku bacaannya. Strategi Astra juga sangat pintar dalam memberikan Gerobak Baca, tampilan visualnya menarik dengan dominasi warna biru muda, buku-bukunya juga bergambar sehingga tak membuat anak-anak bosan.


Pikiran saya entah di mana, yang jelas saya iri, sangat iri. Saat kecil, yang saya tahu kalau mau membaca ya di sekolah, di perpus sekolah, atau membeli buku bacaan sendiri, kadang sih numpang baca di toko buka sambil lirak-lirik melihat penjaga yang kadang merusak mood membaca, hehe. Ingin rasanya berkata, “Beruntungnya kalian...”.

Aksi, Saya Rasa Itu Yang Kita Butuhkan!

Saatnya saya menjelajah lebih jauh lagi, mengenal lebih dalam lagi tentang desa ini. Lengkong Kulon semakin menarik, apalagi banyak taman-taman kecil yang menghiasi jalanya. Dan tak terlalu ramai kendaraan, saya seperti liburan tapi tak perlu mengeluarkan banyak biaya.

Seperti di film Up! Saya merasa ada banyak balon yang membawa saya terbang, mengitari Lengkong Kulon, dan pemberhentian pertama adalah PAUD Az-Zahra. Oh iya, saat pertama kali masuk area desa ini, saya merasa ada di film Up, cerita tentang Paman Carl bersama Russel yang terbang dengan ribuan balon, membawa rumahnya sampai menemukan mimpi di masa lalunya. Apa samanya? Ruman Paman Carl berada di antara gedung-gedung tinggi, ia menolak untuk digusur karena kenangannya terlalu banyak dengan rumah itu. Lengkong Kulon demikian, tembok-tembok sudah menjadi batas wilayahnya menggantikan sawah yang sudah menjelma menjadi komplek perumahan.


Tak jauh, hanya beberapa menit berjalan saya sudah sampai di PAUD. Musik mulai terdengar, disusul dengan mata yang mulai melihat anak-anak berjoget menyambut kedatangan saya dan teman-teman blogger lainnya. Entahlah, kalau bukan acara 17an, kapan lagi saya bisa melihat anak-anak ini menari, orang tua harusnya mulai sadar, cukup sudah menjadikan mereka nampak ‘konyol’ di sosial media, karena mereka bisa menjadi dirinya sendiri di dunia nyata.


PAUD Az- Zahra terdiri dari 2 lantai. Tapi sebelum melihat keadaan dalamnya, saya disapa terlebih dahulu oleh Taman Toga, yang tanamannya ditanam oleh para siswa, bangga banget ketika tahu hal itu, cara yang tepat untuk anak-anak belajar memelihara lingkungan. Lantai pertama didominasi dengan beberapa kantor guru, dan kemudian naik ke lantai 2 saya langsung tambah senang, melihat ada deretan sikat gigi dan gelasnya, peralatan bersih-bersih gigi, yang membuat anak-anak sadar akan pentingnya menjaga kesehatan gigi sejak kecil. Program ini saya rasa tepat menjadi bagian PAUD, kenapa? karena anak kecil sejatinya memiliki jiwa berkompetisi, dan ketika melihat anak lainnya sikat gigi, kemungkinan besar anak lainnya pasti ikutan, terlepas dari mereka memang ingin melakukannya atau hanya ‘ikut-ikutan’.



Lanjut! Saya yakin saya harus lanjut! Karena desa ini masih punya satu keunikan yang membuat saya tercengang. Beneran saya suka banget konsep keuinikan yang satu ini. Aksi, warga di desa ini benar-benar nyata, saya berharap banget wilayah rumah saya punya aksi seperti ini. Sambil menelusuri jalan saya menngok kanan-kiri, banyak tukang-tukang jajanan, persisi seperti kampung saya dulu, and i love it. Tak pelu berpikir lama, saya langusng jajan, hehe.

Sampailah saya di pemakaman. Iya, kuburan, persemayaman terakhir kita. Saya kaget, mau ngapain ke pemakaman? Dan ternyata di sini ada wisata tersembunyi nan berfaedah dari Desa Lengkong Kulon, wujud nyata dari pilar lingkungan CSR Astra. Kebun Sabilulungan namanya, tanah seluas 300 meter persegi yang berada tepat di sebelah deretan makam warga sekitar berhasil dimaksimalkan oleh warga dengan bantuan mahasiswa Universitas Indonesia.



Dalam hal ini, Astra melalui program CSRnya juga memberikan beberapa peralatan ekowisata yang semakin membuat anak-anak tertarik untuk mengenal lingkungan. Jujur, saya langsung membayangkan saya bisa ikutan main dengan anak-anak, belajar menanam, menyiram hingga memelihara kebun, dan bisa jadi memotivasi saya untuk memiliki kebun sendiri di rumah, hehe.




Duh, Saya Kangen Saat-Saat Seperti Ini!

Tak terasa waktu berlalu. Sudah hampir jam makan siang ternyata, sengat matahari juga semakin terasa di kulit. Saat berjalan kembali menuju Masjid Al Istiqomah, keramaian kembali terlihat, ternyata itu bentuk nyata pilar CSR kewirausahaan dari Astra, sebuah program keberlanjutan melalui bisnis kolektif berbentuk koperasi.

Kalau kalian sudah membaca tulisan ini hingga akhir, pasti kalian tahu kalau sudah ada 4 pilar yang saya sebutkan, diantaranya Pilar Kesehatan, Pilar Pendidikan, Pilar Lingkungan, dan Pilar Kewirausahaan. Keempat pilar inilah yang membuat Desa Lengkong Kulon menjadi bagian dari Kampung Berseri Astra, sebuah program CSR dari Astra yang diimplementasikan kepada masyarakat dengan konsep pengembangan pilar-pilar tersebut.



Baru berjalan satu tahun. Saya cukup kaget dengan hasil yang saya lihat siang itu. Kampung Berseri Astra pada pilar kewirausahaan semakin saya rasakan efeknya ketika melihat hasil-hasil yang warga sekitar buat, mulai dari alat-alat masak, jus, buah-buahan, hingga snack-snack khas Lengkong Kulon. Dan saya semakin lapar siang itu. Gerobak Kewirausahaan KBA Lengkong Kulon, tulisan itu terlihat dan semakin membuat saya bangga. Kira-kira mau jualan apa ya.....




Sampai lagi di masjid, dan saya semakin teringat masa lalu. Suara marawis dengan lantunan shalawat kembali menyambut kedatangan saya, Masjid Al Istiqomah semakin hidup. Saya semakin suka bagaimana KBA Lengkong Kulon menjadi bagian liburan saya kali ini, ya bisa dibilang liburan lah, ditambah peran mereka dalam melestarikan kebudayaan betawi, tradisi Palang Pintu, Marawis, dan yang bikin saya sangat-sangat-sangat suka adalah liwetan-nya! Ini saya suka banget!


Daun pisang sudah berjajar rapih. Saya tahu kita mau apah, liwetan! Yeay, ujar hati saya. Tak lama kemudian, nasi liwet pun datang, disusul dengan sambal, tempe, dan teri, tak lupa juga kerupuk. Saat itu, secara mendadak saya langsung merasa jadi keluarga baru Lengkon Kulon. Tugas selanjutnya adalah makan! Menikmati moment dan bersyukur desa ini masih ada di tengah modernisasi yang terus melaju di sekitarnya.




Saya harus pulang. Tak rela sih sebenarnya, terlalu hangat, bukan panas, siang itu. Lengkon Kulon menjadikan saya percaya kalau hidup saat ini bukan hanya mengikuti arus perkembangan yang terjadi, tapi bagaimana kita berkembang meskipun menjadi bagian minoritas, terbuka menerima saran atau bantuan dari yang mengerti, kolaborasi, dan mau belajar terus menerus....  Terima kasih masa lalu yang sudah menjadikan saya seperti hari ini....


Sampai berjumpa di cerita desa-desa Indonesia lainnya....

1 comment