Nampaknya makanan ini akan dingin, tapi di dunia nyata. Berbeda ketika kalian melihatnya di dunia
maya. Makanan ini terasa hangat,
aroma yang seharusnya dicium kini berubah menjadi dilihat. Kalian mungkin akan lapar, tapi saat itu, kami
seketika kenyang. Atau mungkin kami
coba beberapa suap untuk melengkapi cerita di caption nantinya. Dan, selamat menikmati, selamat datang di
dunia kreatif kami.
Masing bingung. Kaget, tapi harus
tetap tersenyum dengan sangat normal, setidaknya hingga transaksi selesai.
Dengan seregam putih birunya, dedek gemes ini memberikan barang yang saya
pesan, saya cek, dan tak lama kemudian pertemuan itu berakhir dengan jabat
tangan untuk yang kedua kalinya di pertemuan itu. Juga part serah terima uang tentunya tak lupa, haha. Sejujurnya
saya lebih suka barang itu di kirim, tapi ketika saya minta nomor rekening
untuk bayar, akun tersebut berdalih tak punya dan membuat saya bingung
bagaimana membayarnya, sekaligus was-was.
Karena kebetulan masih satu kota, kami akhirnya bertemu.
Sejak saat itu saya berusaha mengerti konsep kreatif dengan cara yang
berbeda. Bukan lagi soal lukisan yang membuat saya bengong, atau bahkan makanan
yang membuat saya kenyang saat mengabadikannya di mata kamera. Sisi kreatif memasuki masa di mana nilai
ekonomi harus ngintil di belakangnya. Saya
mengenalnya dengan sebutan Ekonomi Kreatif, lebih jelas dan tepatnya istilah tersebut mungkin bisa kalian cek di
google. Tapi bagi saya, ekonomi kreatif adalah moment di mana sebuah ide
dihasilkan, dan ketika dieksekusi bisa menghasilkan nilai ekonomi tersendiri.
“Mulai aja dulu”, kalau
kata Pak William Tanuwijaya, CEO Tokopedia. Salah satu perusahaan yang
menampung banyak orang di industri kreatif yang punya nilai ekonomi. Industri kreatif adalah jantungnya ekonomi
kreatif. “Ada 4 juta penjual, dan 70
% nya adalah pebisnis baru”, kata beliau saat hadir di koferensi pers The World Conference on Creative Economy
(WWCE), beberapa waktu lalu. Darinya saya belajar dan yakin, ekonomi kreatif membuat peluang usaha yang
tak terbatasi oleh biaya, usia, bahkan gelar, sehingga banyak pengusaha baru
membangun usahanya, membangun perekonomian untuk dirinya sendiri.
Indonesia memiliki potensi besar
akan hal itu mengingat populasinya adalah terbesar keempat di dunia, dan sebagian
besar millenials, generasi yang
dipercaya sebagai penggerak ekonomi masa depan dengan karakteristik yang sesuai
untuk industri 4.0, terkoneksi internet, kepercayaan diri yang tinggi, dan
kreatif. Kita kadang melupakan potensi besar itu, kita dan banyak orang di luar
Indonesia hanya tahu kalau ‘Indonesia punya
sumber daya alam yang melimpah’, itu benar banget, tapi ingat ‘Sumber daya alam terbatas, tapi keratifitas tak terbatas’.
William Tanuwijaya |
WWCE dan Ekonomi Kreatif di Keseharian Kita
Selain Tokopedia, ojek online
juga salah satu bentuk nyata ekonomi kreatif hadir dan sangat cocok di
Indonesia. Bangga, sangat bangga kalau
melihat jaket hijau ramai di jalan, melihat banyak pengusaha baru, dan tiap
hari pengagguran berkurang, eh apa hanya saya yang berpikir demikian? Saya rasa
tidak. Sebagai blogger, saya juga merasa masuk ke dalam industri ekonomi
kreatif ini. Sponsored post dan posting instagram yang menghasilkan uang, dan
jangan lupakan YouTube yang saat ini cukup menjadi ladang uang para content
creator, ketika tak hanya menyalurkan hobi dan kreatifitas tapi juga
menghasilkan keuntungan.
Dengan kata lain, semua orang
bisa masuk ke dalam industri ekonomi kreatif. Dan dalam hal ini juga pemerintah
sangat mendukung pergerakan tersebut, dengan membuat sebuah forum yang akan
membicarakan hal tersebut, tentunya akan banyak masukan dan pelajaran yang
diambil dari dan untuk Indonesia. The
World Conference on Creative Economy (WCCE), sebuah hasil kerja kolaborasi dari
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia
yang akan diselenggrakan di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali pada tanggal
6 hingga 8 November 2018.
Mengapa sih WCCE di buat? "kita
punya semua, kita punya populasi,
keberagam, bahasa, dan segala
kekayaan, untuk itu kita juga bisa buat pergerakan dalam hal ekonomi dan
gagasan”, kata Pak Triawan Munaf selaku Kepala Badan Ekonomi Kreatif. Sebuah
peluang baru yang diciptakan Bekraf sebagai penguat di sektor industri kreatif
nantinya, di mana hasil dari forum tersebut akan diajakun ke PBB. Apalagi
mengingat sektor industri kreatif kita saat ini sangat mendunia, setelah hadirnya
Asian Games
dunia semakin mengenal Indonesia.
Triawan Munaf |
Buat apa sih diadakan WCCE? “Konteksnya
adalah kewajiban negara dan kewajiban pemerintah mewujudkan amanah konstutusi,
yang tertera di alenia ke-4 UUD, yaitu ikut berkontribusi. Dan ekonomi kreatif
salah satu wujud nyatanya”, tegas Pak Mochamd Fachir, Wakil Menteri Luar
Negeri Republik Indonesia, yang hadir di konferensi pers kala itu. Kalau enggak
ngerti, seperti saya, jadi WCCE adalah salah satu upaya kolaborasi Bekraf dan Kemlu
sebagai upaya Indonesia untuk meningkatkan kapasitas kita, mengajak semua pihak
untuk lebih kreatif nantinya, memperkuat daya saing, dan mensejahterakan dengan
saling sharing ilmu, dan kita mengajak orang-orang yang memiliki visi sama untuk
maju bersama mewujudkan visi tersebut. Okay!
Masih enggak ngerti juga? "Tujuan
utamanya adalah kita ingin menunjukan kepada dunia bahwa Indonesia sudah sampai
level 'ini', dengan kapasitas, populasi serta keberagaman yang tinggi. Dan Kita
ingin menunjukan bahwa ekonomi kreatif berkontribusi besar pada Indonesia”,
kalau kata Ibu Endah Sulistianti, Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah. “Ekonomi
kreatif adalah solusi baru untuk meningkatkan ekonomi dunia, di mana kita
tahu sumber daya alam akan habis, dan yang tak habis hanyalah kreatifitas, tentunya kemudian kembali lagi pada
creatornya”, lanjutnya.
Endah Sulistianti |
Untuk itu, tema acara besar ini
adalah Inclusively Creative, karena
dunia bisnis dan ekonomi saat ini sudah tak ‘ekslusif’ lagi, bukan hanya
yang punya modal besar, seperti yang saya
bilang tadi semua orang bisa mulai berbisnis dan mengembangkan usahanya kapan
saja, bisnis ekonomi tidak mengenal gender, batas negara, umur, bahkan background pendidikan lagi.
Ada Apa Saja di WCCE?
Jujur, saya mulai ngefans sama
Pak WiLliam Tanuwijaya. God! Pakaian yang
ia gunakan siang itu keren banget, perpaduan corak Bali dengan model chinese,
dan cara dia berbicara enggak membosankan, beliau ngerti banget bagaimana
berbicara dengan millenials. CEO & Founder of Tokopedia itu akan menjadi
salah satu pembicara di WCCE, bersama dengan Menteri Keuangan RI Ibu Sri
Mulyani, Achmad Zaky CEO Bukalapak, Le Kexi President of China Film
Coorporation, Filipe Buitargo Restrepo Penulis Orange Country, serta masih banyak
lagi para ahli industri kreatif yang akan bersuara di acara tersebut.
Akan ada 5 isu utama yang akan
menjadi pembahasan di WCCE, diantaranya Kohesi Sosial, Regulasi, Pemasaran,
Ekosistem, dan Pembiayaan industri kreatif. Tak hanya pembahasan saja, akan
hadir juga ‘CreatiVillage’ selama konferensi
ekonomi kreatif pertama di dunia ini berlangsung, yaitu Pameran ide, konsep dan
produk kreatif nyata dari berbagai belahan dunia. Serta ruang-ruang pertemuan
dengan berbagai tema juga disediakan untuk worshop, dialog, serta film
screaning. Yang pasti bakal keren dan menyenangkan banget, Dan kalian tahu apa yang ‘difokuskan’
Indonesia di CreatiVillage nantinya? Kuliner dong pastinya!
Soto Indonesia! Tentu kita tahu, kalau soal makanan di bumi pertiwi
ini banyak banget, bahkan namanya mungkin mirip-mirip, seperti Soto Bertawi, Soto
Padang, Soto Banjar, Soto Madura, dan banyak soto lainnya. Tapi ketika bertemu
Ibu Swan Kumarga, pemilik Dapur Solo, saya yakin kita harus punya satu soto
yang bisa mewakili Indonesia, tak hanya mewakili tepatnya tapi juga soto yang
mudah dibuat di negara lain yang kondisi geografinya berbeda dengan kita. Saat
itu saya mengenal Soto Indonesia, sebagai perwakilan soto dari Indonesia.
Okay, ini soto ayam. Kuah gurihnya
begitu terasa siang itu, tempe dan perkedelnya juga menggoda, suwiran ayamnya
jahat, aromanya ngeselin, bihunnya dan
togenya enggak boleh terlewat, dan wajib pakai jeruk nipis. Sungguh kenikmatan
yang hakiki!. Soto ayam dipilih sebagai perwakilan karena untuk membuat
dan mendapatkan bahan dasarnya di negara lainnya cukup mudah. Berbeda dengan
Soto Betawi misalnya, tak semua negara mudah untuk mendapatkan santan segar,
kurang enak tentunya kalau santannya enggak fresh.
Ketika memikirkan gagasan untuk membawa hal yang lokal ke kancah
internasional, kita juga harus memikirkan konsep membawanya, bungkusannya,
keasliannya, dan keunikannya, seperti soto tadi. Contoh lain selain soto,
yang benar mainan anak zaman now banget, ada games yang bernama Ghost Parade.
Salut saya sama 15 anak muda kreatif dari Bandung yang menamakan diri mereka
LENTERA. Saya jadi ingat serai HBO, Halfworld, yang
dimainkan oleh Reza Rahadian, Tara Basro, Arifin Putra, dan Ario Bayu yang juga
mengangkat cerita rakyat Indonesia.
Ghost Parade mengisahkan gandis kecil yang bernama Suri, ia tersesat di
hutan, dan bertemu dengan banyak hantu. Ini yang saya sebut potensi besar
lainnya ada di Indonesia, cerita rakyat yang Indonesia punya itu banyak banget,
bahkan menarik, dan membuat orang dalam dan luar negeri penasaran. Tapi cukup
sulit mendapatkan ‘bungkusan’ menarik untuk tahu tentang cerita tersebut. Film
dan games mungkin cara paling ampuh. Dan saya sangat bangga, juga sangat berterima
kasih banget sama orang-orang pintar, kreatif, dan mau mengangkat cerita
Indonesia ke mata dan pikiran dunia. Kalian
luar biasa!
Oh iya, info lengkap banget soal WCCE bisa kalian akses di www.wcce.id yaa.....
No comments