Gak pernah terpikirkan bisa ketemu orang yang satu ini. Bahkan gak
pernah terpikirkan saya menjadi seperti saat ini. Semenjak resign, selalu “yaudahlah yaa” terucap di dalam hati ketika ada hal yang gak sesuai
ekspektasi meskipun usaha udah maksimal banget, dan juga gak lupa curhat
berujung ‘gibah’ sesuai fakta-fakta yang mendukung kepada orang-orang yang saya
percaya. Gak nyangka, bahkan kadang gak
percaya saya bisa sejauh ini. Meskipun
sebagian orang mungkin berpikir saya masih di situ-situ aja. Terus, apakah hal tersebut yang namanya takdir?
“Saya dilahirkan sebagai seorang muslim, besar menjadi muslim, dan saat
ini berjuang menjadi muslim. Percaya kepada qada dan qodar atau takdir baik dan
buruk adalah bagian dari rukun iman yang tentunya menjadikan saya muslim hingga
saat ini. Namun, tulisan ini bukanlah membicarakan hal itu, hanya membicarakan
‘takdir’ sebatas pengetahuan yang saya dapat.
Masih di tengah kerumunan. Vietnam
hot banget siang itu, bahkan angin aja takut untuk berhembus lama-lama.
Tapi saya belum beranjak sampai gambar yang ada di pikiran saya berpindah ke
mata kamera. Timing yang tepat, mungkin
hal yang saya butuhkan saat itu yang nyatanya tak kunjung datang. Tapi
bagaimana jika timing yang tepat tadi
justru menunggu di lain moment.
Pernah gak sih kalian berpikir akan hal itu?
Bukan berputus asa, tapi saya
rasa kamera sudah cukup mengerti apa yang saya mau. Saya pun melanjutkan
perjalanan dengan sepeda yang awalnya saya lupa cara mengendarainya. Sudah lama banget gak sepedahan.
Untunya, jalan besar di Vietnam sungguh bersahabat, dan yang terpenting
udaranya segar banget, bikin betah dan terasa gak lelah meskipun mengayuh cukup
jauh. Atau mungkin, justru timing yang
tepat tadi ternyata disiapkan untuk perjalanan saya dengan sepeda ini? Karena yang saya baca di Internet, jalanan
di Vietnam cukup kejam loh, apalagi pengendara motornya, hehe.
Sudah sewajarnya saya gak
mengeluh akan perjalanan yang cukup melelahkan dengan sepeda tadi. Pemandangan jalan terlalu bagus untuk
disesali lebih tepatnya, bisa dibilang mirip seperti gambar SD, jalanan yang
diapit sawah yang padinya mulai menguning keemasan, jarang loh saya rasakan di Jakarta, yaiyalah. Tapi sampai di tempat
tujuan, ternyata timing yang tepat
tadi nampak tertinggal, atau mungkin berbelok ketika saya mengambil jalan lurus
di persimpangan tadi? Yang jelas, pantai yang saya tuju tak menyapa dengan
warna birunya laut, ataupun keramaian yang mengundang penasaran. Musim yang tidak tepat.
INDONESIA 2020 - TAKDIR KEJAYAAN?
Kalian percaya takdir? Sudah sewajarnya sih percaya, hehe. Oh
iya, btw tak banyak kejadian yang saya ingat di Vietnam, saya terlalu menikmati
perjalanan kala itu, sejujurnya hal terbodoh adalah tak langsung
mengabadikannya di blog ini. Tapi ketika bertemu dengan Pak Kafi Kurnia untuk
kedua kalinya, memori Vietnam seketika hadir karena negara tersebut selalu
disebut, menjadi pembanding untuk Indonesia di perbincangan buka puasa bersama
pada 20 Mei 2018 lalu.
Selalu menarik, berbicara dengan Pak Kafi Kurnia ini ibarat berhadapan
dengan orang yang menghembuskan angin ribut dari kepalanya. Bicaranya cepat,
ucapannya mencerahkan nalar, namun kadang memaksa saya menyelami masa lalu, masa
lalu yang jauh sekali saat saya belum lahir. Seperti perbincangan tentang
Vietnam ini, bahkan beliau hampir mengulangnya, kejadian di tahun 1975 saat
negara parit itu merdeka, ‘minjem beras’ ke Indonesia kemudian berevormasi,
hingga saat ini turisnya berkembang pesat mencapai 13 juta, saya salah satunya.
Pun demikian, Pak Kafi memang
senang diajak berbicara, semakin lama ia berbicara saya semakin yakin ia punya
visi dengan jalan yang unik. Bertemu
dengan seorang visioner adalah salah satu hal yang paling saya suka, saya suka
bagaimana orang tersebut melihat jauh ke depan dengan pondasi masa lalu yang
kokoh dan kaya akan sumber. Semakin menguasai pembicaraannya ketika kata
itu muncul, INDONESIA 2020. emmm seperti aroma partai namun 100% bukan,
sepenglihatan saya justru dirinya tak tertarik untuk hal semacam itu.
"Indonesia 2020 itu bukan ide saya tapi ide yang berkembang",
semakin jelas dan semakin banyak penekanan ketika Pak Kafi kurnia selaku founder Sembutopia mengucapkan hal ini
untuk kedua kalinya. 2020 nyatanya hanya istilah, perfect vision dimana
seseorang dapat melihat dengan sempurna tanpa kaca mata. Jujur, saya baru tahu akan hal ini, hehe. Tak sampai di situ saja,
sebagai pelengkap, Sembutopian juga menambahkan rangkaian kata ‘Sebuah Takdir
Kejayaan’ untuk menemani Indonesia 2020. Apa alasannya?
Mewujudkan Takdir Kejayaan Indonesia!
“Visi adalah sebuah penglihatan nyata bagi seorang pemimpin” – Jonathan
Swift
Bertepatan dengan Hari Kebangkitan
Nasional yang ke 110. Rasanya sudah cukup untuk ‘bangkit’, karena kini saatnya
kita untuk sadar kalau kita harus berjaya di negara sendiri. Terlalu banyak
kekayaan yang di sia-siakan. Wait, sesi
ini akan membuat kalian sedikit tertawa jahat, ditambah rasa lapar. Tahan
nafas, dan mari lanjutkan.
Ada ramalan yang menyebutkan di
tahun 2030 Indonesia akan menjadi salah satu negara ekonomi terbesar di dunia. Tak menyangkal, tapi Pak Kafi merubah nada
bicaranya ketika menyinggung ramalan tersebut. Baginya, Indonesia sudah
dari dulu menjadi negara ekonomi terbesar, penjajahan adalah buktinya, ketika
kekayaan rempah kita diambil oleh bangsa lain. Permasalahan hanya soal waktu, kapan saatnya kita sadar. 17. 504
pulau masih menemani Indonesia, 734 bahasa masih ada, tapi orang-orangnya sudah
mulai melupakannya. Mungkinkah sama
seperti fase manusia saat tua? Mulai dilupakan?
Sebuah takdir kejayaan, beliau
menyebutnya demikian. Sambil merubah slide dan berhenti di gambar relife candi
abad ke 6, ia masih membicarakan betapa kayanya negeri kita, bahkan soal ikan
asin yang sering diremehkan. “Ikan asin itu adalah salah satu sajian
kuliner yang sangat kaya akan rasa kelima. Umami” katanya. Bahkan nenek moyang kita tahun rasa itu ada
di ikan asin, dan bisa jadi itu alasan nenek moyang kita seorang pelaut, hehe,
becanda yaaa, tapi soal ikan asin kaya akan rasa itu beneran.
Sebagai seorang visoner, Kafi
Kurnia kembali membuka mata saya untuk melihat takdir kejayaan yang sudah
tercipta, tapi tersembunyi. Coba kalian
perhatikan, jika ke pasar pasti ikan asin yang dipamerkan tuh banyak banget,
jenisnya melimpah ruah. Tapi mengapa ikan asin dianggap remeh? Karena kita gak
punya visi untuk pemanfaatannya. Berbeda
dengan yang dilakukan oleh orang luar, contohnya di Jepang, pemanfaatan ikan
asin begitu spesial, jadi rahasia rasa sup, sedangkan di Itali jadi topping
pizza serta penambah rasa yang eksotik. Sebuah
management visi, itu yang kita butuhkan saat ini.
Selain ikan asin, kecap juga
merupakan kekayaan kita yang tersembunyi. Bahkan
kalau kalian membaca cerita tentang KECAP SH Tangerang, kalian pasti senang
betapa Indonesia selalu jadi pusat perhatian. Kemudian sambal, wajar saja
ketika banyak orang indonesia ke luar negeri dan merasa kurang cocok sama
makanannya. Lidah kita sudah ditakdirkan untuk kaya sedari dulu, siapa sih yang
gak pernah icip sambal? Sekali icip aja, rasanya udah banyak banget di lidah. Bahkan salah satu restoran cepat saji yakin loh
sambah bisa mendongkrak penjualannya. So, bersyukurlah kita lahir di Indonesia.
Kerupuk, yang menurut Pak Kafi
terlihat di prasasti abad ke-6 ini juga merupakan bukti takdir kejayaan kita
yang tersembunyi. “Tidak ada jenis kerupuk yang melimpah di negara manapun dari pada di
Indonesia” tegasnya. Emang bener
sih, kadang kalau ke luar negeri, jarang saya melihat kerupuk, atau saya aja
yang gak notice, haha. Dari kuliner saya, kita punya banget bukti takdir
yang jelas, namun pemberdayaannya yang minim. Penglihatan kita masih samar dengan jam pasir yang terus bergerak.
Kalian
percaya takdir? Jawaban
tiap orang pasti berbeda-beda, dan
bertele-tele tentunya. Perbedaan itulah yang kadang membuat kita harus
memulainya dari diri sendiri.
Saya yakin Indonesia bisa mewujudkan Takdir Kejayaan 2020, hal pertama yang kita harus lakukan adalah mengkonsumsinya di keluarga kita dahulu.
ReplyDeleteAmin
Delete