Pameran Koleksi Istana, Jelajah Harta Ibu Pertiwi Melalui Lukisan

Siapa bilang film sejarah membosankan? Jika “iya”, mungkin itu dulu, sekarang berbeda, lihat saja bagaimana Hanung Bramantyo berhasil memvisualisasikan kisah hidup Raden Ajeng Kartini menjadi film yang begitu menyenangkan, bahkan memperkenalkan saya dengan  Kartono, Roekmini dan Kardinah yang sebelumnya jarang dituliskan atau pun digambarkan dalam buku sejarah. Dalam dunia nyata pun demikian, banyak orang takut mengenang sejarah, apalagi mantan, ups, tapi sepertinya untuk bulan Agustus ini berbeda, spesial, karena mengenang sejarah justru ‘hak’ rakyat Indonesia. Jika kalian melupakannya, tengok saja ornamen merah putih yang saat ini menghiasi jalan, bahkan dari negara juga mengingatkan kita dengan sebuah hadiah, sebuah pameran yang hanya ada di bulan Agustus, bertajuk “Senandung Ibu Pertiwi”.


   Sejak pertama kali berdengung, Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia begitu menyita perhatian saya, saya sadar betapa sulitnya untuk masuk Istana, siapa saya?, tapi ketika pameran ini hadir untuk pertama kalinya di tahun 2016, saya langsung mencari informasi tentang pameran ini. Tak banyak cerita di tahun lalu, pertama kali masuk saya sebenarnya bingung apa yang akan saya nikmati, tema perjuangan yang dicap tak begitu terlihat ketika ada guci dan benda lainnya, atau mungkin karena saya tak begitu mengerti seni? saya rasa tidak. Tahun ini, pameran yang dipastikan hadir setahun sekali menyambut kemerdekaan Republik Indonesia ini mengangkat tema yang berbeda, yaitu Senandung Ibu Pertiwi, dengan lukisan sebagai media exploringnya, dan saya merasa semakin tahu banyak tentang Ibu Pertiwi maka semakin cinta kita terhadap Indonesia, yes!

“Pameran ini gambaran Ibu Pertiwi sebagai Tanah Air, tempat lahirnya sebuah identitas di satu sisi, dan di sisi lainnya Kekuatan Alam yang membentuk cara pandang masyarakat terhadap pelbagai hal dalam kehidupannya”, tulisan pertama yang saya baca dari brosur yang dibagikan setelah saya menitipkan barang bawaan. Untuk kalian yang ingin mengunjungi pameran ini, saya sangat merekomendasikan untuk melakukan pendaftaran online terlebih dahulu di www.bek-id.com saja, tanpa biaya apapun, setelah itu kalian akan langsung mendapatkan kode untuk ditunjukan di loket check in. Beberapa dari kalian pasti menyangka ini proses yang ribet, tapi faktanya ini justru sangat membantu karena prosesnya begitu rapih dan struktural. Oh iya, pameran ini berlangsung hingga bulan kemerdekaan ini berakhir, bahkan di hari-hari tertentu seperti weekend, kuota pengunjung sudah mulai menipis loh, buruan cek dan daftar deh.

Tiga Pedanda, karya Alimin Tamin

Secara keseluruhan ada total 48 karya dari 41 perupa yang dipamerkan, berselimut kegelapan yang saya rasa untuk orang yang baru nonton film Annabel Creation pasti merasa takut, hehe. Sejujurnya saya tak banyak membaca kertas kecil yang mendampingi tiap tulisan, namun itu bukan halangan karena disana kita bisa bertanya dengan para penjaga yang pasti ada di zona tertentu, bahkan meminta tolong untuk sekedar memencet tombol capture di smartphone kita pun juga bisa, but no flash. Berbicara suasana gelap yang tadi saya singgung, saat pertama kali memasuki ruang pameran hal itu tak akan kita lihat, masih terang bahkan hawa panas dari gedung yang didominasi warna putih itu pun masih bisa kita rasakan, tapi cahaya nya sangat membantu sekali untuk selfie. Tips dari saya, pakaialah baju dengan warna yang sedikit terang jika kalian ingin mengabadikan momen di Galeri Nasional baik di luar maupun di dalam gedung.

Nyai Roro Kidul, karya Basoeki Abdullah

Bicara dengan Ibu Pertiwi, ada banyak fakta yang sepertinya ingin dijelaskan melalui pameran ini, salah satunya lewat mitologi. Dalam gelap, untuk kedua kalinya saya masuk dalam cerita Kamar 308, film horor tentang penguasa pantai selatan ini seketika hadir, suasana gelap sepertinya memang cocok untuk menikmati sebuah karya seni, seakan mendukung untuk kita semakin meresapi dan mengerti apa yang disampaikan dari benda mati tersebut, you think?.  Basoeki Abdullah lewat karyanya di tahun 1955 berjudul Nyi Roro Kidul adalah salah satu lukisan yang wajib kalian lihat, bisa dikatakan kalian akan sedikit menghabiskan waktu berpikir, bercerita dengan teman, atau sekedar diam saat berhadapan dengan perempuan berparas cantik ini. Seakan ingin diajak berdialog, mungkin. Tak hanya Nyi Roro Kidul, ada juga karya lainnya dari seorang maestro pelukis Indonesia kelahiran tahun 1915 seperti Gatotkaca Dengan Anak-Anak Arjuna, Pergiwa-Pergiwi yang juga mengangkat kisah unik yang dimiliki tanah air. Ibu Pertiwi ingin memperkenalkan banyak cerita rakyat lewat senandungnya.

Sebelum menikmati kecantikan para wanita, karena nantinya tak hanya Nyi Roro Kidul saja yang akan kalian lihat, saya pastikan kalian akan merasa lelah tapi bahagia sebab perjalanan menikmati pameran ini dimulai dari Keragaman Alam nan indah yang dimiliki Ibu Pertiwi. “Lukisan ini juga dijuluki Monalisa nya Indonesia” kata panitia yang bertugas. Kalian tahu lukisan terkenal Monalisa kan? yang kalau kita bergerak ke kanan kemudian ke kiri sambil menatap mata si Mona, ia seakan melirik kita, creepy tapi sangat menakjubkan. Nah, Indonesia juga punya loh lukisan yang memainkan ‘rasa penasaran seseorang’ berjudul Jalan Tepi Sawah karya seniman S. Soejono Ds yang biasanya terpampang di salah satu ruang Istana Cipanas kini hadir di Galeri Nasional hingga tanggal 30 Agustus 2017.

Sederet lukisan pada bagian Keragaman Alam

Pantai Flores, karya Basoeki Abdullah

Saya semakin sibuk menata rasa nasionalisme di pikiran saya saat mengetahui kisah di balik lukisan berjudul Pantai Flores. Dilukis oleh Basoeki Abdullah yang faktanya beliau belum pernah menginjakan kaki di Flores, namun penggambarannya terhadap lanscape Pantai Flores begitu indah dan memiliki cerita bersejarah lahirnya Pancasila, Bung Karno lah sosok dibalik lukisan tersebut, kembali menjadi inspirator namun kali ini melalui coretan kertas yang ia buat saat diasingkan ke Ende, Flores. Belum selesai dengan kisah pantai tadi, mata saya kembali tertarik dengan lukisan berlatar hutan yang ternyata ada harimau sedang minum tepat di bagian bawahnya, dari jauh tak terlalu terlihat hingga akhirnya saya memutuskan mendekat, dan semakin mendekat hingga akhirnya ditegur oleh sang panitia penjaga, ish.

Setelah puas menjelajah pantai, kemudian hutan, tanpa teriak seperti Cinta di film AADC, hehe, saya pun langsung melihat Dinamika Keseharian yang kebanyakan berisi kritik sosial, awalnya saya tak habis pikir bagaimana bisa sang pelukis memasukan pesan tersembunyi dalam karya nya itu, kebanyakan human interest yang saya nikmati hanyalah artistik nya saja tanpa mengerti maksud mengapa ‘mereka melakukan’ ini, karena dari sisi artistik saja itu sudah menyentuh sekali menurut saya. Tari Redjang karya Theo Meier adalah salah satu nya, sulit saya ceritakan lebih baik kalian datang, lihat, dan tanyakan langsung dengan penjaganya.

Tari Redjang, karya Theo Meier

Awalnya, menikmati sebuah seni memang enak jika keadaanya sepi dan sunyi, tapi ketika memasuki bagian ketiga dari pameran ini suasana berubah cukup ramai,  bercerita tentang Tradisi dan Identitas yang kebanyakan tentang wanita, zona ini bisa dikatakan tempat favorit untuk pengunjung mengerutkan dahi nya. Bak lorong ajaib, Ibu Pertiwi mulai memainkan ekspesi mukanya, lukisan paling mencolok yang saya lihat berjudul Keluarga Tani karya seniman bernama Kosnan, ada sosok anak kecil dengan muka yang sangat memelas, parahnya, ia seakan melihat saya dan dibelakangnya kakak nya (mungkin) yang bahkan tak ingin melihat saya, mata nya tertutup oleh rambut. Permainan ekspresi ternyata tak hanya pada lukisan tadi, sepanjang lorong muka-muka para wanita di lukisan seperti punya sisi spiritual tersendiri, daya tariknya besar menurut saya untuk membuat pengunjung bolak-balik dari satu lukisan ke lukisan lain untuk membandingkan, untuk berlama-lama, dan semakin menikmati pameran. Dan penempatan di sebuah lorong lurus sebelum akhirnya saya bertemu Nyi Roro Kidul sangatlah briliant, dari awal ke akhir saya seperti menjelajah kekayaan Indonesia hanya dengan mata.

Suasana di bagian Tradisi dan Identitas, beberapa pengunjung memilih berlama-lama sambil menebak ekspresi para wanita dalam lukisan

Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia ini diselenggarakan oleh Kementrian Sekertaris Negara untuk menyambut hari kemerdekaan kita, tentunya tak akan sukses jika tanpa kerjasama dari berbagai pihak seperti Kementrian Pariwisata, Badan Ekonomi Kreatif, Kementrian Pendididkan dan Kebudayaan, juga Galeri Nasional serta Mandri Art. Dan tak lupa juga rakyat Indonesia yang diharapkan hadir atau yang sudah hadir dan menjadi pengunjung yang baik dengan mengikuti aturan yang berlaku, karena Pameran Koleksi Istana ini adalah bukti nyata bahkan kekayaan Indonesia bisa dinikmati secara bersama-sama, namun harus disesuaikan dengan kebutuhan bagaimana cara menikmatinya.


Menurut saya gak ada ruginya sih datang ke sebuah pameran, apalagi di Galeri Nasional, i’ts all about free, tempatnya juga instagramble banget, cocok buat anak muda sekarang yang serba update di social media, dan kini juga saat nya kita anak muda menggunakan social media dengan baik dan bijak, share deh acara-acara seperti ini biar makin banyak orang Indonesia yang tahu kalau pameran ini dibuka untuk umum, bahkan tak hanya pameran saja tapi juha ada kegiatan lainnya seperti workshop, diskusi, hingga lomba lukis, seru banget kan! Penasaran bagaimana keseruannya? Tonton dulu deh video dibawah ini, buat pemanasan hehehe.



Info lebih lanjut

Web

Intagram

Lokasi Acara
Galeri Nasional, Jalan Medan Merdeka Timur No. 14, Jakarta Pusat 10110

Tanggal Pameran
2 – 30 Agustus 2017

Waktu Pameran
10.00 – 20.00 WIB

6 comments

  1. yg muncul di awal2 vlog Aris itu saya looohh pemirsa *numpang tenar *sebelum Aris jg vlogger terkenal trus gak mo kenal sm gw lagi

    ReplyDelete
  2. Ulasan nya bagus, ifo nya lengkap .. bagus pencerahan nua

    ReplyDelete
  3. Ngeri gimana gitu lihat bagian Mitologi. Aku suka yang Keragaman alam. Harus melihat lebih jeli, termasuk bagian Harimau Minum.

    ReplyDelete
  4. gak nyangka juga sih lukisan yg biasanya jadi koleksi kepresidenan bisa dilihat secara langsung. gratis lagi.

    yg Harimau minum itu bagus, o ya, sama yg Djika Tuhan murka, gue sampe lama lihat lukisan itu. ehehe

    ReplyDelete
  5. Pas datang ke pameran lukisan, hanya bisa terkagum kagum liat lukisannya yang kece banget

    ReplyDelete
  6. awalnya ngga suka dengan dunia lukisan.,... setelah menyaksikan langsung ada muncul perasaan kagum kepada pelukis2 tanah air :)

    ReplyDelete