Life ‘After’ Asian Games 2018

Setengah hari berkegiatan saya baru sadar musuh terbesar hari ini adalah tangga. Anak tangga yang kian menyiksa di tiap langkah. Persis seperti yang saya rasakan beberapa minggu lalu saat pertama kali mencoba olahraga kalistenik bersama Mediology. Tiga hari masa pemulihan kalau tak salah, untuk paha ini kembali ‘normal’ digerakan. Namun kali ini agak berbeda, tak terlalu pegal, dan sakit yang saya rasakan seakan menjadi motivasi tersendiri untuk bergerak lebih, melakukan langkah hidup sehat yang tak biasa dilakukan, olahraga. Mungkinkah ini dampak positif dari Asian Games 2018?


   Pesta Olahraga Terbesar di Asia yang ke-18, Asian Games 2018 telah dimulai. Rasanya baru kemarin saya merasakan betapa serunya ikutan torch relay, betapa bangganya melihat opening ceremony, dan betapa membahagiakannya menulis pengalaman saya saat itu. Bisa kalian baca di sini. Setengah perjalanan event ini telah dilalui, tanpa disadari banyak banget perubahan yang dilakukan, infrastruktur dan tatanan kota yang semakin baik, juga pribadi yang semakin bangga akan tanah air, mungkin saya salah satunya.

Lebih dari sekedar ‘ikut-ikutan’ ketika Asian Games semakin gencar menampakan keberadaannya. 3 bulan sebelum pembukaan mungkin, yang membuat pemandangan jalan ibu kota lebih berwarna dengan berbagai spanduk dan banner, serta tagar sosial media tentang Asian Games yang selalu trending topic. Bangga? Tentu, tanpa ada alasan yang pasti saat itu, dan terus saya rasakan hingga akhirnya saya temukan di upacara pembukaan.

Seketika saya senang sekali berjalan kaki di ruas jalan Sudirman dan sekitaran GBK, yang sudah bagus dan ramah untuk pejalan kaki, atau naik busway yang tiap hari Sabtu dan Minggu gratis meskipun hanya saat Asian Games saja, dan tentunya jalanan yang belakangan cukup lancar karena berbagai sistem lalu lintas yang diterapkan. Dan tak lupa kesenangan yang luar biasa ketika bisa bersorak ria bersama ribuan orang di GBK. Kalian wajib mencoba hal ini! Jika tak mendapatkan tiket, kalian bisa beli tiket Asian Festnya saja, nanti akan ada nobar dan berbagai kegiatan menarik di GBK.


Trotoar yang semakin aku cintai...
Memasuki Kompleks Gelora Bung Karno saat ini adalah satu cara melihat perhelatan Asian Games bukan hanya ajang olahraga semata, tapi sebuah bentuk persatuan yang sering diteriakan. Arena patung Presiden Soekarno di GBK buktinya, masuk dari pintu utama atau gate 6 dan 5, kita akan langsung disambut dengan masyarakat yang punya satu misi sama di depan layar raksasa, tak kenal satu sama lain ‘mungkin’ tapi berteriak bersama mendukung atlet kebanggan yang sedang berjuang mengharumkan nama Indonesia. Sesekali mengeluh lelah, dan panas, tanpa beranjak dari tempatnya. Sekali lagi, saya salah satunya.


“Berhasil membuat saya jalan kaki dari ujung ke ujung!” Jika kalian tanya apa manfaat Asian Games buat saya kala itu. Trotoarnya yang sudah bagus membuat saya bodoh jika tak berjalan kaki, menikmatinya, meskipun ada yang beranggapan lebih bodoh tak menunggu bus, hehe. Kebersihan trotoar yang sangat dijaga, yang saya harap akan terus dilakukan meskipun Asian Games berakhir.

Dalam penyelenggraanya tentu major sport event seperti Asian Games ini punya dampak yang langsung kita rasakan. Mari berbicara selain Gelora Bung Karno yang seakan kembali pada kejayaanya di 1962, kembali menjadi pusat perhatian setelah dilakukan banyak renovasi dan dilengkapi berbagai inovasi teknologi terbaik, terlihat pada upacara pembukaan, main event, dan nantinya closing ceremony. Salah satu stadion dengan kualitas pencahayaan terbaik di dunia, dengan sistem tata suara 80 ribu watt, dan menggunakan rumput terbaik Zoysia Matrella, rumput Manila yang dijadikan standarisasi FIFA sebagai induk tertinggi sepak bola di dunia.

Pembangunan dan pengembangan fasilitas olahraga, adalah hal yang paling terlihat ketika Indonesia dipilih sebagai tuan rumah. Salah satu tempat yang paling saya ingin kunjungi yaitu Aquatic Center di Jakabaring Sport City, Palembang, yang dinilai sebagai salah satu venue terbaik di Asian Games kali ini. Dan tak bisa dilupakan, Pelembang sudah berbangga dengan hadirnya LRT yang membuat aksestabilitas acara di sana semakin seru. Untuk Jakarta? Soon!




Oh iya, Jakarta juga punya dong venue terbaik selain GBK, ada Arena Pacuan Kuda Pulo Mas yang saat ini menjadi Equestrian Terbesar di Asia, dan Jakarta Internasional Velodrome sebagai Arena Balap Sepeda bertaraf internasional. Indonesia semakin lengkap dengan sarana olahraga yang siap menyambut event olahraga dunia.



Dari segi ekonomi tentunya juga meningkat, Asian Games membuat terciptanya berbagai lapangan pekerjaan baru, bahkan menyentuh ke pelosok, 450 Ibu-Ibu dari Flores digerakan untuk membuat merchandise khusus Asian Games yang dinamakan Du’Anyam, usaha kerajinan anyaman yang memegang lisensi langsung dari Asian Games. Dan jangan lupakan juga yang jualan stiker bendera Indonesia, yang membuat pipi penonton lebih ‘indonesia banget’ hehe.

Pariwisata kita juga semakin meningkat ketika melihat banyaknya wisatawan mancanegara yang datang menyaksikan Asian Games secara langsung, dan tentunya hal ini juga sebagai ajang promo untuk Jakarta dan Pelembang, bahkan Indonesia ke mata dunia.

Efek Asian Games Buat saya?

Sejujurnya hal ini sudah saya rasakan sejak lama, efeknya sudah terasa, meskipun harus dipancing dulu sih, salah satunya dengan olahraga kalistenik bersama Mediology beberapa waktu lalu. Kalestenik adalah olahraga yang menggunakan berat badan kita sebagai bebannya. Pertama kali saya kenal dan melakukannya ya hari itu, yang efeknya berhasil membuat saya malas dan benci melakukan banyak hal yang harus menggerakan kaki, haha.

Coach Aufar yang mengajar saya saat itu terlihat tegar, sesuai badannya, meskipun saya sadar betapa annoyingnya saya saat mengikuti kelasnya. Jujur, sedari dulu saya memang tak pernah serius dengan pelajaran olahraga, lebih baik ke kantin. Dan semakin tua, pandangan saya akan olaharaga berubah meskipun eksekusinya masih sama, kebanyakan ketawanya daripada geraknya, haha.

Gak perlu saya kasih tahu kan yang mana coachhnya....
Gerakan pertama lancar, gerakan kedua sukses, hingga gerakan selanjutnya yang semakin membuat saya berpikir olahraga begitu sulit untuk dilakukan, jadi sudah sewajarnya para atlet mendapatkan banyak perhatian dan materi lebih ketika sukses dalam pertarungannya. Jika kalian mencari info tentang kalistenik di google, maka akan keluar foto-foto dengan berbagai gerakan ajaib, tapi ternyata itu sudah level tinggi, untuk pemula seperti saya belum waktunya melakukan hal itu. Cukup fokus pada pergerakan kepala, tangan, dan paha saja.

Kalistenik bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, itu yang saya mulai suka dari olahraga yang satu ini. Seiring dengan pembenahan dan tatanan kota yang dilengkapi dengan banyak taman di Jakarta menjadikan olahraga ini cocok diminati, enggak perlu modal banyak.

Bukan gerakan pemanggil huja yaaa
Asian Games juga membuat saya mengenal lebih banyak cabang olahraga! Ada Kurash, seni beladiri tradisional asal Uzbekistan yang mirip gulat ini menjadi cabang baru di Asian Games ke 18, di Indonesia. Juga ada Sambo, yang merupakan perpaduan antara gulat dan judo, serta yang baru juga ada Jetski, Kabaddi, dan AOV sebagai olahraga elektronik atau eSport di Asian Games.

Efek dari Asian Games mungkin masih banyak, dan sama seperti yang kalian rasakan. Benarkah? Tapi untuk paham lebih mudah tentang manfaat menjadi tuan rumah Asian Games, mungkin bisa tonton video di bawah ini...




No comments