Pengalaman Saya di Hari Kesiapsiagaan Bencana 2018!

Saya berusaha melihat sisi baiknya, menjadi objek wisata baru yang dimiliki Yogyakarta. Merapi Lava Tour, banyak orang mengenalnya. Tapi ternyata tak semudah yang dibayangkan. Februari 2017, saya seperti ditantang untuk kembali melihat kejadian aslinya. ‘Cara mainnya memang gitu’, kita menaiki mobil jeep dan menelusuri kawasan yang terkena dampak erupsi gunung merapi di 2010 lalu. Awalnya menyenangkan, tapi semakin menelusuri jalan bergejolak, masa lalu semakin buas menampakan dirinya. Entah apa yang akan saya lakukan jika berada di lokasi kejadian saat bencana melanda, berteriak, lari, bersembunyi, atau mungkin pasrah disertai doa.


   Kalian tahu film Indonesia berjudul ‘Bangkit’ yang disutradarai Rako Prijanto pada 2016 lalu? Sebagai film bertemakan bencana pertama di Indonesia, saya merasa film ini wajib banget buat disaksikan. Saya merasa dengan adanya film ini, tanah air punya level baru untuk film-film dalam penggunaan efek CGI, bisa dibilang ‘pembuka’ malahan, sehingga film lebih terasa nyata dan menarik. Film ini juga yang membuat saya merasakan simulasi bencana, meskipun hanya melalui mata dan di dalam pikiran saja. Saya sering jadi korban film, dan saya sadar akan hal itu. Karena film Bangkit saya jadi penasaran dan ingin sekali melihat suasana after bencana,dan  Merapi Lava Tour adalah pilihan yang tepat.

Seru dan menyedihkan. Dengan menaiki mobil jeep, teriakan pengunjung terdengar membahagiakan. Kesalahan saya adalah membandingkan dengan teriakan sebenarnya, yang saya sendiri tak tahu kejadian aslinya bagaimana, halusinasi mulai menguasai saya kala itu. Dan di sini pula saya merasa beruntung menjadi korban film, berusaha semirip mungkin dengan Vino G Bastian yang paniknya cool di film Bangkit, haha. Okay, mari kita lupakan dan saatnya kembali ke realita! Kalian pernah gak sih merasakan simulasi bencana?

Pertama Kali Ikutan Simulasi Bencana!

“Kunci penyelamatan adalah tidak panik. Ini yang harus dilakukan”, wejangan itu terdengar, jelas sekali terdengar dengan nada tenang, mungkinkah Vino yang datang menyelamatkan saya? Yaelah, tentu tidak, karena ini bukan lagi di film. Sirine masih berbunyi, bahkan semakin drama dengan teriakan di mana-mana. Yang pertama kita lakukan adalah ngumpet, nunduk, atau bersembunyi melindungi diri di bawah benda berat seperti meja atau semacamnya, dengan melindungi kepala dan tengkuk. Langkah awal terdengar mudah, kuncinya tetap tenang dan jangan panik.


Berlindung, lindungi kepala dan tengkuk, kemudian pilih dan ikuti jalur evakuasi
Pertama kali main ke Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) saya langsung masuk ke dalam kepanikan luar biasa yang unik. Simulasi bencana yang tak pernah saya bayangkan. Simulasi ‘Kesiapsiagaan Bencana’ bersama orang-orang tuli. Pernah gak sih kalian berpikir bagaimana mereka mendengar bunyi sirine? Teriakan?

Sirine adalah tanda utama, tapi permasalahannya adalah kaum tuli tidak bisa mendengarnya,untuk itu BNPB mengajarkan mereka untuk melihat lampu dengan alarm yang menyala, lampunya seperti di mobil-mobil polisi gitu, tapi yang ini warnanya merah. Langkah yang dilakukan tentu sama, berlindung dan jangan panik, kemudian kita ikuti arahan seseorang atau inisiatif (ketika suasana mulai terasa aman) menuju tangga darurat.

Gempa bumi adalah simulasi yang dipilih hari itu, tapi biasanya setelah gempa bumi pasti dilanjutkan dengan bencana lainnya seperti kebakaran. Jika kebakaran melanda, jangan panik, perhatikan sekitar kemudian lihat sumber api dan jauhkan, bergerak dan menuju ke tempat yang lebih aman dengan merangkak (jangan berdiri karena banyak asap yang nantinya merusak saluran pernafasan kita) dan kalau bisa tutup hidup kita dengan kain yang sudah dibasahi.


Sanbil mengevakuasi diri, jangan lupa tetap lindungi kepala ya...
Simulasi bencana bersama kaum tuli membuka mata saya kalau semua orang bisa menjadi tuli seketika ketika ada bencana. Tuli sebenarnya bisa terjadi karena mendengar suara keras, dan merusak pendengaran. Dan tuli ‘sebenarnya’ ketika kita tak peduli dengan orang sekitar dan egois menyelamatkan diri sendiri. Tak salah, karena menyelamatkan diri sendiri terlebih dahulu juga merupakan langkah siap menghadapi bencana, tapi itu tergantung pilihan kita. Kalau saya mungkin akan membantu orang sekitar terlebih dahulu, seperti di pemeran baik hati di film-film, haha (maklum, korban film)

“Orang tuli sebenarnya butuh early warning, misalnya melalui SMS atau running teks di TV”, kata perwakilan dari mereka yang hadir kala itu. BNPB dalam menyigapi permasalahan ini juga telah memikirkan dan akan menghadirkan solusi baru, yaitu dengan membuat satu aplikasi untuk untuk menerjemahkan bahasa-bahasa sirine/peringatan dini agar mudah dimengerti kaum tuli. Good job! Selanjutnya, kita sebagai individu harus mengerti dan dapat mnyelamatkan diri sendiri dulu, kita harus tahu cara menyelamatkan diri terlebih dahulu, di manapun berada.

Hari Kesiapsiagaan Bencana 2018

Sebenarnya, tak hanya gedung BNPB saja yang melakukan simulasi bencana hari itu. Banyak gedung, bahkan Mall juga ikutan panik-panikan, hehe. Ngapain sih mereka? Jadi, tanggal 26 April 2018 telah ditetapkan sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) di Indonesia, setalah tahun lalu hanya menjadi ‘gerakan biasa’ saja, dan tahun ini menjadi yang pertama kali dan seterusnya wajib dilakukan oleh semua pihak. Kenapa? Karena penanggulangan bencana itu sebenarnya sudah menjadi urusan bersama. Harus ada kolaborasi yang solid, dan terlatih untuk setiap individu.


Kesiapsiagaan para petugas terkait
Yang membahagiakan adalah ketika saya tahu kalau di 2018, 30 juta orang telah berpartisipasi dalam kegiatan ini, dan ini meningkat dari tahun lalau yang hanya 10 juta. Artinya, kesadaran masyarakat terhadap adanya ancaman bencana semakin meningkat secara signifikan, dan keinginan masyarakat selamat dari bencana juga meningkat. Ini merupakan potensi yang baik, meskipun di Jakarta sendiri jarang gempa, tapi gak ada salahnya dong sedia payung sebelum hujan, kalau nanti film Bangkit kejadian gimana?

Hari Kesiapsiagaan Bencana ini tentunya bertujuan sangat baik, menciptakan budaya sadar bencana yang harus dibangun secara terus-menerus dalam rangka mewujudkan bangsa Indonesia yang tangguh menghadapi bencana. Dan melalui hari ini juga, saya melihat secara langsung gimana ribetnya petugas kebakaran dan penaggulangan bencana bekerja.

Bekumpul di titik aman, adalah hal wajib yang kita lakukan setelah keluar dari gedung ketika bencana
Mengapa tanggal 26 April? Tanggal tersebut dipilih sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2007 tentang penaggulangan bencana. Tagline Siap untuk Selamat! Dipilih sebagai pelengkap tema Siaga Bencana Dimulai dari Diri Kita, Keluarga, dan Komunitas, yang secara tidak langsung mengajak semua pihak untuk terlibat dalam kesiapsiagaan bencana.

2 comments

  1. Pengetahuan untuk menyelamatkan diri saat bencana sangat penting untuk diketahui anggota keluarga tetdekat ya dan Saat bencana datang jangan panik , hal tersebut dapat meminimalisir korban harta,benda dan nyawa

    ReplyDelete