“Museum Di Tengah Kebun” - Masa Lalu Di Masa Kini



Aku hanya ingin mengembalikan apa yang menjadi miliku,
Bahkan, ego dalam diriku saja kalah dengan keinginanku,
Aku hanya ingin miliku kembali, meskipun tidak sepenuhnya,
Indonesia, bisakah kau menyimpannya jika nanti milikku kembali ?

***
Berbicara tentang kenangan, pasti semua orang ingin mengulangnya, atau bahkan menghapusnya, namun berbeda dengan kenangan dalam arti sebuah benda bersejarah. Adalah peranan penting sebuah museum untuk menampung esensi budaya secara visual dan konkret, menyikapi hal ini kesadaran akan keberadaan museum disekitar kita kadang sedikit terabaikan, namun peraturan tetap ada untuk menikmati kekayaan yang dimiliki beberapa museum di Indonesia.

   Jakarta, beberapa orang bilang kota ini penuh dengan banyak sejarah, “terungkap atau tidak terungkap tetap saja itu sejarah”. Ketertarikan saya terhadap museum di Jakarta bermula saat saya melihat betapa nyamannya berada di Museum Fatahilah, kawasan kota tua yang dikelilingi oleh beberapa museum, mungkin nanti akan saya bahas tentang museum-museum tersebut, namun kali ini saya lebih tertarik dengan museum yang benar-benar bisa dikatakan museum untuk edukasi, minim dengan kegiatan yang membuang-buang waktu karena di museum yang nanti akan saya bahas hanya diberikan waktu selama 2 jam untuk melihat ribuan koleksinya.

Jakarta, 21 Mei 2016

   Weekend kali ini cukup berbeda, yang biasanya saya masih berada di tempat tidur, tepat jam 8 pagi saya sudah berada di dalam kereta menuju stasiun pasar minggu, sesuai rencana, saya dan beberapa teman saya akan mengunjungi sebuah tempat yang mungkin bisa dibilang “tidak ada” karena banyak orang yang tidak mengetahuinya.

   Berada di pusat kota Jakarta, atau bisa dibilang salah satu daerah yang “hits” di Jakarta, Kemang merupakan tempat yang pasti semua orang tahu, namun untuk tempat yang nanti akan saya kunjungi sepertinya banyak orang yang belum mengetahui keberadaannya, begitupun dengan saya, cara menuju tempat yang beralamat di Jalan Kemang Timur No 66 saja saya cukup bingung harus naik angkutan apa. Beruntungnya kita yang hidup di era serba online, salah satu aplikasi menawarkan betapa mudahnya mencarikan mobil untuk kami menuju kesana, meskipun supir mobil tersebut juga tidak mengetahui, namun maps bisa membantu kita menuju tempat tersebut.

Tidak ada papan petunjuk yang besar, tidak terlihat seperti bangunan megah yang kuno ataupun bernilai seperti museum-museum lainnya yang ada di Jakarta, namun nama museum yang terlihat jelas tepat disisi kanan dan kiri sebuah pintu kayu besar yang cukup antik membuktikan bahwa kami tidak salah tempat.

Pintu kayu, gerbang utama memasuki area museum, cukup unik dan besar.
Nama museum, terletak di sisi kanan dan kiri, penempatannya memamng sedikit tersembunyi namun terlihat jelas saat sudah berada teppat didepan pintu kayu.

Memasuki wilayah Museum

Senyum dan sapa seorang bapak yang mempersilahkan kami melewati pintu kayu tersebut membuat pikiran saya berbicara “apa sebenarnya yang ada didalam?”, tidak perlu menunggu lama, saya langsung mendapatkan jawaban atas pertanyaan saya itu. Masuk kedalam museum yang sebelumnya harus membuat janji oleh pihak pengelola museum.

 “bagaimana bisa di kemang ada museum ?, sama tidak ya seperti yang di foto?” pikiran saya kembali berdialog saat melewati jalan lurus yang sangat “hijau”

Jalan yang cukup panjang, namun indah menuju museum dari pintu kayu , suasan ahijau dan udara segar amat terasa saat melewati jalan ini.
Topeng dari berbagai jenis menyapa kami saat memasuki wilayah dalam museum.

   Sebelumnya, informasi ajakan pergi ke museum ini berawal dari teman satu komunitas saya yang memberikan informasi tentang adanya tempat indah di wilayah kemang, beberapa foto ia kirimkan kepada saya dan “waw” begitu hijau, asri dan menarik untuk didatangi.
Tak lama kemudian, ada seorang pria (bisa disebut mas-mas) yang mendatangi kami dan langsung menyita perhatian kami dengan sapaan nya.

“perkenalkan nama saya rian........” ujarnya, kalimat yang membuat kami langsng fokus untuk melihatnya dan berhenti berfoto-foto.

Penjelasan diawali dengan “bagaimana cara berkunjung ke museum ini?” cukup dengan membuat perjanjian dengan pihak pengelola, namun jika jadwal penuh, kita harus bersabar, hal ini dikarenkan museum ini hanya buka pada hari sabtu & minggu, dengan jam yang telah di tentukan, jam pertama 09:45 – 12:00 dan jam kedua 12:45 – 14:30 dengan minimal pengunjung 7 orang dan maksimal 10 orang. Tidak dikenakan biaya alias FREE untuk menunjungin museum ini, namun semua syarat & ketentuan harus dipenuhi, jika tidak maka anda harus bersabar dan mengurungkan niat untuk mengunjungi museum ini.


Keadaan museum bagian depan, setelah melalui jalan masuk, koleksi museum sudah terlihat sangat jelas, mulai dari arca hingga topeng.
Tidak hanya manusia yang menyapa kami, namun beberapa benda mati yang antik dan bernilai juga ikut menyapa kami, mulai dari topeng, patung, hingga fosil pohon yang berasal dari masa Triassic di Pulau Jawa, 248 juta tahun sebelum masehi.

Fosil kerang dari jawa tengah pada masa jurassic 230 juta tahun lalu.

   Museum ini didirikan pada tahun 1979, dan pada tahun 2009 dengan total 4000 item, museum ini resmi di buka untuk umum, dengan nama “Museum Di Tengah Kebuh”, nama tersebut diambil karena letak museum yang benar-benar berada di tengah kebun sang pemilik. Ialah Sjahrial Dalil (76), pemilik museum ini yang memiliki kepedulian yang besar terhadap benda-benda bersejarah, bahkan sejak beliau masih duduk dibangku sekolah.


Budaya, sejarah dan ilmu pengetahuan ada di museum ini, semua bersih dan tertata dengan rapih dan terawat.

“menjadikan museum ini sebagai pusat peradaban ilmu, dan juga memberikan edukasi secara gratis..” ujar mas Rian saat menemani perjalanan kami melihat-lihat koleksi di museum ini.

Berbeda dengan museum yang biasa saya datangi, museum ini mewajibkan kita harus mengikuti tour yang dibuat oleh pihak pengelola, seperti yang saya lakukan dengan mas Rian sebagai pemandunya.

Seperti yang saya jelaskan diawal, hampir 4000 item dipamerkan di sini, namun karena keterbatasan tempat item tersebut tidak seluruhnya di pamerkan, di lakukan penggantian koleksi tiap 6 bulan, hal inilah yang cukup membuat saya takjub dengan tempat ini, bukan hanya itu, semua barang yang di pamerkan telah memenuhi persyaratan, legal dan dikenai pajak benda berharga.
Untuk koleksi-koleksi museum ini, pak Sjahrial sendiri yang mendapatkannya dari Balai Pelelangan Kristi di London dan beberapa wilayah lainnya. Beliau membelinya di pelelangan karena ia tidak mau mendapatkan barang yang ilegal & palsu. Namun, pada tahun 2012 pembelian tersebut berakhir dikarenakan beberapa hal.

“Misi Pak Sjahrial Djalil adalah mengembalikan barang-barang kekayaan Indonesia yang ada di luar negeri” tegas mas Rian saat mengajak kami melewati pintu utama ruang museum, namun sebelumnya, semua pengunjung museum diwajibkan untuk memasukan tas & barang bawaan ke tempat yang telah disediakan, dan juga mengganti alas kaki dengan sandal yang telah disediakan. 


Keadaan museum saat pertama kali masuk, faktanya penempatan keseluruhan koleksi di museum ini memiliki arti dan di atur sendiri oleh sang pemilik.

"Loro Blonyo" menyapa kami, ialah sosok Raden Sadono & Dewi Sri atau yang biasa dikenali sebagai dewi kemakmuran, patung loro blonyo biasanya berada di ruang tamu, bertujuan untuk membawa sebuah keharmonisan dalam rumah tangga.

Sinar Garuda
Ruang tengah museum memang berhadapan langsng dengan taman, namun sesuai peraturan kita (pengunjung) harus mengikuti rute yang suydah dibuat oleh pengelola.
Melangkah maju, bisa kita jumpa "Sinar Garuda" yang terkenal di dinding putih, ada juga beberapa ornaments yg d modif menjadi kursi dan perkakas lainnya, beberapa ruangan museum juga telah terlihat akulturasi gaya pemahatan, biasanya terjadi gaya pemahatan timur namun objeknya berasal dari wilayah barat.



Keseluruhan ruangan di museum ini dijadikan tempat koleksi, hingga kamar mandi, wc dan peralatan makan juga memiliki nilai seni yang tinggi.
"Selain melalui pelelangan, beberapa objek juga ada yang ditemukan di pematang sawah, namun untuk melakukan pengambilannya pak Djalil di haruskan melakukan PERTUKARAN, maksudnya dengan membangun sekokah / fasilitas umum lainnya diwilayah tersebut. 

Setelah kagum didalam, saat keluar bagian dalam, bagian luar museum menyajikan pemandangan yang membuat hati sejuk dan tenang.
Semakin menyusuri museum ini, kita semakin disuguhkan suasana hijau nan asri, udara segar langsung menyapa kami sesampainya di wilayah outdoor, ya itulah taman di tengah museum ini, sebuah pendopo berada tepat di tengah hijaunya rerumputan, bahkan tidak hanya itu, kolam birunya kolam tenang juga mengajak pikiran kami berdialog, dan sekali lagi, kami dibuat kagum oleh tempat ini. 



Beberapa koleksi yang ada di luar museum, sebuah pendopo menjadi pusat pemberhentian untuk kami menikmati keindahan taman.

Untuk pertama kalinya, ini adalah museum dimana mulut saya lebih banyak diam dan mata lebih banyak bekerja, tak salah memang mencari suasana berbeda namun memiliki nilai edukasi jika berkunjung ke museum ini.




No comments